Kisah Muslimah | Arrahmah.id https://www.arrahmah.id Informasi Dunia Islam Terdepan Thu, 25 Mar 2021 03:57:08 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.2 https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2022/12/arrahmahlogo2.jpeg?fit=32%2C32&ssl=1 Kisah Muslimah | Arrahmah.id https://www.arrahmah.id 32 32 47156980 Aisyah binti Utsman, Simbol Kedermawanan Muslimah https://www.arrahmah.id/aisyah-binti-utsman-simbol-kedermawanan-muslimah/ Thu, 25 Mar 2021 04:00:01 +0000 https://www.arrahmah.com/?p=406681

(Arrahmah.com) – Dari 10 sahabat yang mendapatkan jaminan surga, nama Utsman bin Affan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Utsman tercatat sebagai empat laki-laki awal yang memeluk agama Islam dan mengikuti semua ajaran Rasulullah SAW. Utsman berasal dari Bani Ummayah dan dikenal sebagai salah satu keluarga terpandang di kalangan kaum Quraisy. Selain itu, Utsman dikenal sebagai hartawan dan pengusaha sukses dari Makkah pada saat itu.

Selepas wafatnya Umar bin Khathab, berdasarkan musyawarah para sahabat, Utsman terpilih sebagai pengganti Umar sebagai khalifah. Salah satu pencapaian Utsman saat menjadi khalifah adalah pembukuan Alquran. Selain terkenal karena kedermawanannya, Utsman juga dikenal memiliki kemampuan berbahasa dan kefasihan. Dua sifat inilah yang nampaknya turun ke putri beliau, Aisyah binti Utsman bin Affan.

Di kalangan tabi’in, Aisyah binti Utsman bin Affan dikenal sebagai ahli pidato, menguasai ilmu bahasa, dan kefasihan. Tidak hanya itu, Aisyah dikenal sebagai sosok dermawan, yang tidak segan-segan memberikan hartanya untuk kepentingan dakwah Islam. Aisyah lahir pada akhir masa-masa kenabian, atau sekitar tahun 623 Masehi, dan pada awal-awal masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Aisyah lahir dari rahim ibu bernama Ramlah binti Syaibah.

Utsman bin Affan mempersunting Ramlah binti Syaibah pasca-Perang Badar. Ramlah kehilangan ayah dan kedua saudara laki-lakinya di peperangan besar pertama antara umat Islam dan kaum kafir Quraisy tersebut. Namun, Ramlah tidak menaruh dendam kepada kaum Muslimin. Ramlah justru tergerak hatinya untuk memeluk agama Islam lantaran melihat perlakuan kaum Muslimin terhadap kaum kafir Quraisy.

Kerelaan Ramlah untuk meninggalkan agama nenek moyang dan akhirnya memeluk Islam inilah yang membuat Utsman bin Affan akhirnya menikahi Ramlah. Lewat bimbingan Utsman dan Ramlah ini, Aisyah binti Utsman dibesarkan. Aisyah tumbuh menjadi Muslimah yang cerdas dan ahli ibadah. Bahkan, Aisyah dipandang sebagai sosok wanita terkemuka di kalangan tabi’in dan umat Islam pada saat itu.

Dia dikenal sebagai ahli pidato di antara wanita Muslim pada saat itu. Para ahli pidato yang terkenal saat itu, seperti Sahban Wail, Qus, dan Aktsam, pun mengakui kefasihan Aisyah dalam menyusun dan menyampaikan berbagai materi dalam ceramahnya. Kemampuan ini pun menunjukkan keluasan ilmu dan kecerdasan yang dimiliki oleh Aisyah binti Utsman.

Selain itu, Aisyah memiliki kedermawanan dan kasih sayang terhadap anak-anak. Aisyah disebut memiliki sejumlah anak angkat, yaitu anak yang berasal dari mantan budak ibunya. Aisyah pun mendidik anak-anak angkat itu selayaknya putra-putrinya sendiri. Menikah dengan Marwan ibn Al Hakam, Aisyah memiliki putri bernama Ummu binti Marwan.

Mewarisi harta yang melimpah dari sang ayah, Aisyah binti Utsman tidak ragu-ragu untuk menyedekahkan hartanya. Memang, sepeninggal sang ayah, Aisyah mewarisi begitu banyak harta. Namun, dia tidak memilih untuk memiliki harta tersebut sepenuhnya. Dia lebih memilih untuk terus menyedekahkan harta yang dimilikinya di jalan Islam.

Namun, petaka pun datang saat Utsman bin Affan terbunuh dalam suatu upaya pemberontakan terhadap kekhalifahan yang sah. Mendapati ayahnya telah terbunuh dan posisi khalifah digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, Aisyah menerima semua itu dengan tabah. Dia berkata, “Sesungguhnya kita ini milik Allah dan hanya kepada-Nya, kita akan kembali. Dirinya (Utsman bin Affan) telah meninggal dengan darah yang mengalir di haram (tempat yang dimuliakan) Rasulullah SAW.”

Selain memiliki sifat kedermawanan dan kecerdasan, Aisyah juga disebut memiliki wajah yang cantik. Kecantikan wajah Aisyah binti Utsman ini pun dikabarkan oleh seorang wanita yang hidup sezaman dengannya, Azzah al-Mila. Dia berkata,”Demi Allah, aku tidak pernah melihat penampilan Aisyah binti Utsman dimiliki oleh wanita mana pun. Tampaknya, dia benar-benar tidak memiliki aib sedikit pun.”

Sumber: Republika

(*/Arrahmah.com)

]]>
406681
Sukses Mendunia, Model Berhijab Ini Malah Berhenti dari Dunia Fashion https://www.arrahmah.id/sukses-mendunia-model-berhijab-ini-malah-berhenti-dari-dunia-fashion/ Mon, 22 Feb 2021 08:46:09 +0000 https://www.arrahmah.com/?p=405022

(Arrahmah.com) – Top model Amerika Serikat Halima Aden mundur dari industri fashion ketika berada di puncak karirnya. Ia mengaku profesi yang ia tekuni tersebut bertentangan dengan keyakinan agama yang ia anut.

Aden mengatakan karena pekerjaannya, ia kadang tak bisa melakukan shalat atau tak mengenakan hijab sebagaimana mestinya.

Situasi ini membuatnya merasa tak nyaman dan karenanya memutuskan untuk mundur dari dunia modeling.

Dalam unggahan di Instagram, Aden menulis bahwa pandemi virus corona memberinya waktu untuk berhenti dan berpikir tentang nilai-nilai sebagai perempuan Muslim.

Aden mengatakan menjadi perempuan berhijab sekaligus model memiliki sisi positif dan negatif.

Ia mengatakan “ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena lebih mementingkan tawaran yang datang sebagai model tanpa memikirkan dampak buruk yang mungkin terjadi”.

Atas keputusan mundur dari dunia modeling, Aden menerima banyak dukungan antara lain dari model Bella dan Gigi Hadid. Ia juga mendapat dukungan dari Rihanna.

Awal Mula Berkarir di Dunia Fashion

Aden lahir di kamp pengungsi Kenya di Somalia sebelum orang tuanya membawanya ke Amerika Serikat pada usia enam tahun.

Saat berumur 18 tahun, ia ditemukan oleh agen pencari bakat IMG Models ketika tampil di babak semifinal di Miss Minnesota.

Halima sempat mencuri perhatian pada 2016 lalu sebagai salah satu finalis Miss Minnesota yang satu-satunya mengenakan hijab. Ia kemudian dilirik oleh Rihanna sebagai salah satu model untuk lini kosmetiknya, Fenty Beauty. Sejak saat itu, namanya mulai melejit. Ia berjalan di panggung Adidas, Yeezy, hingga menjadi cover berbagai majalah dan bernaung di agensi model ternama, IMG Models.

Sejak itulah, Halima sering tampil di mana-mana. Ia menjadi model berhijab pertama yang tampil di majalah Sports Illustrated dengan mengenakan burkini. Ia juga menjadi model berhijab pertama yang menghiasi sampul majalah British Vogue dan Allure.

Halima Aden menjadi model cover majalah Vogue

Namun di tengah kepopulerannya, perempuan kelahiran Somalia ini mengumumkan dalam rangkaian Instagram Story-nya bahwa ia tak lagi ingin berjalan di runway atau melakukan photoshoot yang merendahkan hijab yang dikenakannya atau justru membuatnya lalai shalat lima waktu.

Salah satu hal yang membuatnya sadar bahwa karier yang dijalaninya tidak sesuai dengan jati dirinya adalah saat menjadi model untuk brand denim American Eagle. Saat itu, Halima melakukan pemotretan dengan mengenakan celana jeans yang dikreasikan menjadi hijabnya.

“Apakah kita perlu brand-brand ini untuk mewakilkan perempuan berhijab? Tidak, merekalah yang memerlukan kita. Tapi aku sangat putus asa saat itu karena ingin menjadi sebuah representasi, tapi aku kehilangan jati diriku sendiri,” kata Halima dalam unggahan Instagram story-nya beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, dirinya begitu lugu dan polos karena membiarkan mereka (American Eagle) membolehkan untuk menaruh celana jeans di atas kepalanya dan menutupi hijabnya.

“Kampanye ini mengajak kita untuk mencari gaya kita sendiri, tapi aku justru kehilangan arah karena aku tak pernah pakai jeans, hanya rok dan dress panjang,” ungkap Halima lagi.Ia mengatakan, semenjak menjadi model dirinya justru kehilangan ciri khasnya dalam berhijab. Ia tak lagi bisa menemukan gaya hijab yang sesuai dengan dirinya, karena melakukan pemotretan yang selalu mengubah-ubah gaya hijabnya. Bahkan menurutnya, gaya hijab tersebut tak bisa disebut hijab karena tak menutup dadanya. Karena itulah, Halima memutuskan untuk berhenti dari dunia fashion yang membesarkan namanya. Ia juga berhenti sejenak dari media sosial demi kesehatan mentalnya.

Sebelum berhenti sejenak main media sosial, ia mengatakan bahwa dirinya akan kembali menjadi Halima yang dulu. Halima dengan gaya hijab menutup leher dan dada, Halima dengan gaya busana simpel dan sederhana, mencerminkan seorang perempuan Muslimah

“Aku tak menyalahkan siapa-siapa atas hal ini, selain diriku sendiri. Tetapi aku menyayangkan kurangnya pemahaman stylist di industri fashion tentang makna busana muslim yang sebenarnya,” demikian tutup Halima Aden.

Dalam sejarah ajang ini, ia menjadi perempuan pertama yang tampil dengan mengenakan hijab.

Sejak itu, ia dikenal sebagai perempuan yang memperkenalkan gaya busana modest, gaya pakaian yang menutup seluruh bagian tubuh, di berbagai pertunjukan fashion.

Aden memuji Rihanna karena membolehkannya mengenakan hijab saat memeragakan pakaian di atas panggung.

Ia mengatakan karena mengutamakan profesi sebagai model, ia sering melalaikan kewajiban beribadah seperti shalat.

Ia juga pernah menerima kontrak dan melakukan pekerjaan tanpa mengenakan hijab secara semestinya.

Merasa sangat tidak nyaman

Halima Aden kemudian mengungkapkan perubahan yang dialaminya saat awal berkarier hingga kemudian menjadi populer. Pada awal kariernya, dia selalu membawa koper yang dipenuhi beragam hijab miliknya, gaun panjang, dan rok untuk setiap pemotretan. Halima mengenakan hijab hitam sederhana miliknya untuk kampanye pertamanya bagi Fenty Beauty milik Rihanna.

Hijabnya pun tak pernah ia lepaskan selama pemotretan. Hingga pada 2017 ia bergabung dengan agensi model terbesar di dunia IMG Models. Seiring berjalannya waktu dan kariernya semakin memuncak, ia tak kuasa ketika harus menutupi rambutnya dengan cara yang tak sesuai dengan perjanjian awal.

“Saya akhirnya menyimpang dan masuk ke area abu-abu yang membingungkan karena membiarkan tim mengatur gaya jilbab saya,” ujar wanita yang meraih popularita setelah menjadi Miss Minnesota pertama yang berhijab.

Saat dia semakin populer, diakui Halima Aden hijabnya semakin mengecil. Dia bahkan memakai hijab yang terkadang menonjolkan leher dan dadanya. Dan, alih-alih jilbab, terkadang dia menutup rambutnya dengan jins, atau pakaian dan kain lain.

Merasa tidak dihargai, keraguan Halima tentang karier modelnya semakin meningkat. Apalagi ketika permintaan di industri fashion untuk dirinya meningkat, dia merasa hanya bisa menghabiskan lebih sedikit waktu dengan keluarganya dan berada jauh dari rumah saat Hari Raya Islam.

“Pada tahun pertama dalam karier saya, saya bisa pulang untuk Idul Fitri dan Ramadhan tetapi dalam tiga tahun terakhir, saya tengah bepergian. Saya kadang-kadang melakukan enam hingga tujuh penerbangan sepekan. Tak ada jeda,” kata Halima Aden.

Alumnus St. Cloud State University, Inggris itu mengatakan ketika melihat foto dirinya pada sampul majalah di bandara, dia sering merasa hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

“Saya tak merasakan kegembiraan karena saya tidak dapat melihat diri saya sendiri. Tahukah betapa hal tersebut bisa merusak mental seseorang? Ketika saya seharusnya merasa bahagia dan bersyukur dan saya seharusnya merasa terhubung, karena itu diri saya, itu foto saya, tapi saya merasa sangat jauh. Karier saya tampak sukses, tapi secara mental saya tidak bahagia,” jelasnya panjang lebar.

Dalam situasi ini ia mengenakan perlengkapan pakaian lain untuk meutupi rambutnya.

Ia mengungkapkan “ia menangis di kamar hotel karena tak bicara terbuka mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh dirinya sebagai perempuan Muslim”.

“Sebenarnya, saya merasa sangat tidak nyaman,” tulis Aden di Instagram.

Ia menambahkan yang terlihat di permukaan, bukan dirinya yang sesungguhnya.

Berhenti dari Dunia Model

Pandemi Corona membuat pekerjaan Halima Aden menjadi tidak terlalu banyak. Halima pun bisa kembali ke kampung halamannya ke St Cloud untuk menghabiskan waktu bersama ibunya, yang sangat dekat dengannya.

Siapa sangka keputusannya untuk pulang kampung itu menjadi titik hijrah barunya. Pada November 2020, ia memutuskan untuk berhenti dari dunia model sekaligus mengakhiri perannya bersama Unicef.

“Saya bersyukur atas kesempatan yang diberikan Covid pada saya. Kita semua tentu kerap merenungi karier yang kita jalani dan bertanya,’Apakah ini membawa kita pada kebahagiaan yang sejati, apakah membawa kita pada kegembiraan?” katanya.Keputusan Halima Aden berhenti menjadi model dan hijrah sepenuhnya ini menurutnya adalah berkat dari doa yang selama ini dipanjatkan ibundanya. Ibunya telah lama memintanya berhenti menjadi model berhijab.

“Ibuku telah memintaku untuk berhenti menjadi model sudah sejak lama. Seandainya saja (dulu-red) aku tidak terlalu bersikap defensif. Berkat COVID-19 dan rehat dari industri ini, akhirnya aku sadar telah melakukan kesalahan dalam perjalanan berhijabku ini,” demikian dia menulis di Instagramnya.

Setelah berhenti menjadi model Halima kini menjadi produser eksekutif film berjudul I Am You. Film yang mengangkat kisah nyata pengungsi Afghanistan tersebut akan dirilis pada Maret di Apple TV.

“Saya tak sabar menunggu untuk tahu apakah kami dinominasikan untuk Piala Oscar!” ujar wanita kelahiran 19 September 1997 itu.

Selain itu kata Halima, dia juga tak akan berhenti melakukan kerja sosial meski tak lagi menjadi duta Unicef. “Saya tak akan pernah berhenti menjadi relawan,” katanya.

Halima mengungkapkan dirinya kini ingin benar-benar tenang. Dia mau menikmati waktu dengan keluarganya di rumah.

(*/Arrahmah.com)

 

]]>
405022
Kisah Menakjubkan Ummu Sulaim Saat Ditinggal Mati Anaknya https://www.arrahmah.id/kisah-menakjubkan-ummu-sulaim-saat-ditinggal-mati-anaknya/ Tue, 22 Dec 2020 10:35:59 +0000 https://www.arrahmah.com/?p=401690

(Arrahmah.com) – Kisah Menakjubkan Ummu Sulaim Saat Ditinggal Mati Anaknya
Berikut adalah kisah Ummu Sulaim (nama asli: Rumaysho atau Rumaisa) yang menakjubkan di mana ia begitu bersabar saat ditinggal mati anaknya. Lihat kisah ini dan gali pelajaran menarik di dalamnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ كَانَ ابْنٌ لأَبِى طَلْحَةَ يَشْتَكِى ، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ ، فَقُبِضَ الصَّبِىُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ مَا فَعَلَ ابْنِى قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ . فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ فَتَعَشَّى ، ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ وَارِ الصَّبِىَّ . فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ « أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ » . قَالَ نَعَمْ . قَالَ « اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا » . فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِى أَبُو طَلْحَةَ احْفَظْهُ حَتَّى تَأْتِىَ بِهِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَأَتَى بِهِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَرْسَلَتْ مَعَهُ بِتَمَرَاتٍ ، فَأَخَذَهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَمَعَهُ شَىْءٌ » . قَالُوا نَعَمْ تَمَرَاتٌ . فَأَخَذَهَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَضَغَهَا ، ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِى فِى الصَّبِىِّ ، وَحَنَّكَهُ بِهِ ، وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللَّهِ .

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa putera Abu Tholhah sakit. Ketika itu Abu Tholhah keluar, lalu puteranya tersebut meninggal dunia. Ketika Abu Tholhah kembali, ia berkata, “Apa yang dilakukan oleh puteraku?” Istrinya (Ummu Sulaim) malah menjawab, “Ia sedang dalam keadaan tenang.” Ketika itu, Ummu Sulaim pun mengeluarkan makan malam untuk suaminya, ia pun menyantapnya. Kemudian setelah itu Abu Tholhah menyetubuhi istrinya. Ketika telah selesai memenuhi hajatnya, istrinya mengatakan kabar meninggalnya puteranya. Tatkala tiba pagi hari, Abu Tholhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan tentang hal itu. Rasulullah pun bertanya, “Apakah malam kalian tersebut seperti berada di malam pertama?” Abu Tholhah menjawab, “Iya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mendo’akan, “Allahumma baarik lahumaa, Ya Allah berkahilah mereka berdua.”

Dari hubungan mereka tersebut lahirlah seorang anak laki-laki. Anas berkata bahwa Abu Tholhah berkata padanya, “Jagalah dia sampai engkau mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya.” Anas pun membawa anak tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Sulaim juga menitipkan membawa beberapa butir kurma bersama bayi tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengambil anak tersebut lantas berkata, “Apakah ada sesuatu yang dibawa dengan bayi ini?” Mereka berkata, “Iya, ada beberapa butir kurma.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dan mengunyahnya. Kemudian beliau ambil hasil kunyahan tersebut dari mulutnya, lalu meletakkannya di mulut bayi tersebut. Beliau melakukan tahnik dengan meletakkan kunyahan itu di langit-langit mulut bayi. Beliau pun menamakan anak tersebut dengan ‘Abdullah. (HR. Bukhari no. 5470 dan Muslim no. 2144).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ مَاتَ ابْنٌ لأَبِى طَلْحَةَ مِنْ أُمِّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ لأَهْلِهَا لاَ تُحَدِّثُوا أَبَا طَلْحَةَ بِابْنِهِ حَتَّى أَكُونَ أَنَا أُحَدِّثُهُ – قَالَ – فَجَاءَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ عَشَاءً فَأَكَلَ وَشَرِبَ – فَقَالَ – ثُمَّ تَصَنَّعَتْ لَهُ أَحْسَنَ مَا كَانَ تَصَنَّعُ قَبْلَ ذَلِكَ فَوَقَعَ بِهَا فَلَمَّا رَأَتْ أَنَّهُ قَدْ شَبِعَ وَأَصَابَ مِنْهَا قَالَتْ يَا أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ. قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ. قَالَ فَغَضِبَ وَقَالَ تَرَكْتِنِى حَتَّى تَلَطَّخْتُ ثُمَّ أَخْبَرْتِنِى بِابْنِى. فَانْطَلَقَ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ بِمَا كَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « بَارَكَ اللَّهُ لَكُمَا فِى غَابِرِ لَيْلَتِكُمَا ». قَالَ فَحَمَلَتْ

Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Tholhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Tholhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.” Diceritakan bahwa ketika Abu Tholhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun menyetubuhi Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas dan telah menyetubuhi dirinya, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” Abu Tholhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hingga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Tholhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendo’akan, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi. (HR. Muslim no. 2144).

Kisah di atas menunjukkan keutamaan sahabat Ummu Sulaim. Dari kisah di atas kita bisa melihat bagaimana kuatnya kesabaran Ummu Sulaim atau Rumaysho, sungguh ia begitu penyabar. Sampai-sampai ketika puteranya meninggal dunia pun, ia bisa bersabar seperti itu. Ketika dapat musibah kala itu, ia tetap melayani suaminya seperti biasa, bahkan ia pun berdandan begitu istimewa demi memuaskan suaminya di ranjang. Tatkala suaminya puas, baru ia kabarkan tentang kematian puteranya. Subhanallah … Sungguh kesabaran yang luar biasa.

Beberapa faedah lainnya dari kisah di atas:

1- Dianjurkan istri untuk berhias diri untuk suaminya dengan dandan yang istimewa. Namun yang terjadi di kebanyakan wanita saat ini, mereka hanya mau berdandan ketika di depan orang banyak saat keluar rumah, bukan di hadapan suaminya. Cobalah ambil teladan dari kisah Rumaysho di atas yang ia masih mau berdandan cantik walau sedang dirundung duka.

2- Istri harus bersungguh-sungguh dalam berkhidmat pada suami dan membantu mengurus hal-hal yang bermasalahat bagi suami seperti yang dilakukan Ummu Sulaim pada suaminya dengan menyediakan makan malam.

3- Mustajabnya do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mendo’akan keberkahan bagi malam Ummu Sulaim dan Abu Tholhah, akhirnya mereka pun dikaruniai lagi seorang anak.

4- Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah ganti dengan yang lebih baik. Lihatlah Ummu Sulaim begitu ridho dan penyabar dengan ketentuan Allah sehingga ia pun dikaruniai putera yang dinamakan ‘Abdullah. Bahkan dari ‘Abdullah inilah lahir sembilan keturunan yang kesemuanya para penghafal Al Qur’an sebagaimana disebutkan dalam riwayat lainnya. Bahkan mereka menjadi para ulama sebagaimana disebutkan Imam Nawawi rahimahullah.

5- Disunnahkan ridho terhadap takdir yang terasa pahit.

6- Sesuatu yang bisa menguatkan sabar adalah dengan seseorang mengenal dirinya sendiri bahwasanya ia berasal dari sesuatu yang tidak ada. Manusia adalah milik Allah. Yang manusia miliki hanyalah titipan dari Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.

7- Disunnahkan melakukan tahnik dengan mengunyah kurma dan dimasukkan dalam langit-langit mulut bayi. Hal ini juga disunnahkan berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama. Lalu siapakah yang melakukan tahnik, bisa ditelusuri di sini.

8- Disunnahkan memberi nama pada si buah hati pada hari lahirnya.

9- Disunnahkan memberi nama yang terbaik bagi anak dan sebaik-baik nama adalah ‘Abdullah.

10- Boleh meminta orang sholih untuk memberikan nama pada anak.

11- Hendaknya memberi kabar kematian pada orang lain dengan lemah lembut.

12- Boleh menggunakan kata-kata kiasan yang seolah-olah mengandung dusta ketika hajat (dibutuhkan).

Sumber: Muslim.or.id

(*/arrahmah.com)

]]>
401690
Lubna, Pejuang Literasi dari Cordoba https://www.arrahmah.id/lubna-pejuang-literasi-dari-cordoba/ Thu, 25 Apr 2019 09:55:41 +0000 https://www.arrahmah.com/?post_type=news&p=374996

Oleh: Puspita Satyawati

(Arrahmah.com) – Andalusia adalah salah satu kota di Spanyol yang memiliki sejarah peradaban Islam cemerlang. Salah satunya ditandai dengan kebebasan intelektual di berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Dari kota Andalusia, muncul sederet perempuan hebat yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan. Baik keislaman maupun ilmu lainnya. Salah satunya adalah Lubna.

Lubna dikenal sebagai penyalin naskah dan penulis. Pun mahir dalam bidang gramatikal, penyair, dan pakar ilmu matematika. Ia juga menguasai ilmu ‘arudh (panduan menyusun syair Arab) dengan kecerdasan luar biasa.

Lubna tumbuh pada era pemerintahan khalifah Abdurrahman III (931-961) dari Bani Umayah. Seorang khalifah yang memiliki perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan.

Meskipun para khalifah sebelumnya juga memiliki kepedulian tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tetapi perhatian terhadap proses penyalinan naskah kuno dan buku baru di berbagai perpustakaan dunia dimulai di eranya.

Tak pelak, situasi yang menunjukkan semangat tinggi terhadap ilmu pengetahuan di masa ini, memfasilitasi kesadaran Lubna menjadi salah satu pecinta ilmu pengetahuan.

Lubna pun disebut sebagai perempuan yang penuh dedikasi terhadap buku perpustakaan pada masanya.

Berjuang sebagai pustakawan kekhalifahan, Lubna berhasil mendapatkan koleksi buku hingga lebih dari 500 ribu buah.

Selama berabad-abad, perpustakaan yang dipimpin Lubna ini terbesar di Eropa dan hanya bisa dikalahkan oleh perpustakaan di Baghdad.

Selain kesuksesannya sebagai pustakawan, perannya sebagai juru tulis juga penting untuk dicontoh.

Juru tulis saat itu melampaui tugas standar seorang penulis dan penerjemah karena dia bertanggung jawab untuk menyalin banyak teks termasuk Euclid dan Archimedes. Apalagi, ia harus memahami sendiri teks yang sudah ada tersebut.

Bersama Hasdai bin Shaprut, Lubna juga menjadi inisiator pembangunan perpustakaan yang sangat terkenal saat itu, Madinah az-Zahra (‘Kota Kembang’).

Berdasarkan sejumlah riwayat dari sejarawan Arab, pada masa al-Hakam II tersebut ada lebih dari 170 perempuan terdidik yang bertanggung jawab untuk menyalin naskah-naskah penting.

Seorang sejarawan dan penulis sejarah Andalusia, Ibnu Bashkuwal mengatakan, Lubna merupakan wanita yang ahli di bidang tulis-menulis, gramatika, dan puisi. Keahlian di bidang matematika dan sainsnya juga luar biasa.

“Saat itu tak ada seorang pun yang lebih mulia dibanding dirinya,” kata Ibnu Bashkuwal. [Ibn Bashkuwal, kitab al-Silla (Cairo, 2008), Vol. 2: 324].

Sosok Lubna mungkin terlupakan dalam peradaban Islam. Namun, berdasarkan sumber yang mengungkap sosok Lubna, kini dia dapat menginspirasi perempuan Muslim yang hidup di zaman ini.

Tidak ada keterangan terkait nama lengkap Lubna. Ia hanya dikenal dengan ‘Lubna dari Cordoba’.

Lubna wafat pada tahun 984 dan belum diketahui penyebab kematiannya. Sebagai pejuang literasi, Lubna telah banyak berkontribusi terhadap peradaban Islam di Andalusia hingga menjadi Spanyol seperti saat ini.

*Ditulis dari berbagai sumber

(ameera/arrahmah.com)

]]>
374996
Wanita yang Menafkahi Keluarganya https://www.arrahmah.id/wanita-yang-menafkahi-keluarganya/ Sun, 31 Mar 2019 03:44:31 +0000 https://www.arrahmah.com/?p=373737

Oleh. Betty JN

(Arrahmah.com) – Sungguh para sahabat, termasuk para sahabiyah, adalah generasi terbaik di masanya. Ini tidak diragukan lagi sebab Allah SWT telah mencatat dalam Al Qur’an yang mulia. Seperti firman-Nya,

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 100)

Juga dalam beberapa ayat Al Qur’an lainnya. Allah SWT memuji mereka, mengakui kualitas keimanan mereka hingga disebutkan bahwa Allah SWT ridho terhadap mereka. Mereka ridho kepada Allah SWT, mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW dan mendengar serta taat terhadap setiap ketentuan risalah yang dibawa Rasulullah SAW.

Padahal mereka manusia biasa sebagaimana kita hari ini. Mereka bukan Malaikat. Mereka juga mendapatkan ujian kehidupan, baik harta, keluarga ataupun ujian yang lainnya, sebagaimana kita hari ini. Yang membedakan, mereka hidup semasa dengan Rasulullah SAW. Karenanya patutlah mereka menjadi teladan bagi kita yang menginginkan keridhoan Allah SWT. Sedangkan risalah yang dibawa Rasulullah SAW telah sampai kepada kita. Maka tak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak berupaya menjadi pribadi setara sahabat dan sahabiyah.

***
Siapa yang tak mengenal Abdullah bin Mas’ud? Pria yang menurut riwayat berbadan kurus dan kecil. Namun dikatakan oleh Rasulullah SAW, dia di akhirat membawa timbangan pahala yang beratnya melebihi gunung uhud. Masya Allah. Salah satu Sahabat yang memiliki bacaan Al Qur’an terbaik ini juga pernah menjadi guru dan menteri bagi penduduk Kufah, pada masa kekhalifahan Umar ra.

Pada suatu masa, seorang Abdullah bin Mas’ud diuji dengan keterbatasan ekonomi. Kondisi ini memaksa istrinya, Rithah binti Abdullah, ikut menafkahi keluarga. Dia dikenal sebagai wanita yang mahir dalam bidang kerajinan tangan. Ada hal yang membuat sahabiyah ini risau. Yaitu pekerjaannya yang membuatnya sibuk, namun hanya mampu memenuhi kekurangan nafkah suami dan anak-anaknya tanpa bisa bersedekah yang dapat mendatangkan pahala di sisi Allah SWT.

Bergegaslah ia menemui Rasulullah SAW dan bertanya mengenai perihal dirinya. Maka dia berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang memiliki keahlian dalam bidang kerajinan tangan, lalu aku menjual hasilnya. Sedangkan aku, anakku dan suamiku tidak memiliki apapun. Sementara mereka selalu menyibukkanku sehingga aku tidak dapat bersedekah. Apakah aku akan mendapatkan pahala dari memberikan nafkah untuk mereka?” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Engkau akan mendapatkan pahala dari hal tersebut selama engkau menafkahi mereka. Maka berikanlah nafkah untuk mereka.” (Asadul Ghabah; Thabaqat Ibnu Sa’ad; Al Isti’ab)

Dalam hadits shahih juga disebutkan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari ra, dari Nabi SAW yang bersabda,
“Apabila seorang muslim (laki-laki maupun wanita) menafkahi keluarganya, dan dia melakukannya karena Allah SWT, maka dia akan mendapatkan pahala sedekah.” (HR. Bukhari)

Demikianlah para sahabiyah, tidak pernah melupakan urusan akhiratnya meski kehidupan dunia menyibukkannya. Sebab mereka memahami bahwa dunia hanyalah ladang baginya untuk mendapatkan panen terbaik di akhiratnya kelak. Semangat dalam mengerjakan apa-apa yang dapat mendatangkan pahala di sisi Allah SWT, meski perbuatan yang dilakukan bersifat duniawi saja.

Mereka senantiasa meniatkan setiap perbuatannya untuk mencari keridhoan Allah SWT semata. Karenanya mereka senantiasa bertanya apakah yang dia lakukan dibolehkan oleh Allah SWT atau tidak, mendatangkan pahala di sisi Allah SWT atau tidak. Mereka meyakini dunia adalah sementara, sedangkan akhirat adalah selamanya. Mereka tak ingin mengalami kerugian dalam akhiratnya.

Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, para wanita akhir zaman. Sudahkah visi perbuatan kita meraih ridho Allah SWT? Sudahkah prioritas amal kita mendapatkan pahala dari-Nya? Jangan sampai kita terjebak oleh ide para feminis, baik kalangan perempuan maupun laki-laki, pengusung ide Sekularisme dan Kapitalisme.

Mereka, para feminis ini, mendorong pemberdayaan perempuan dengan semangat kesetaraan. Yang sejatinya menginginkan para wanita bisa mengungguli laki-laki dalam berperan. Tak jarang ini mendorong para wanita melupakan kodratnya, melupakan peran utamanya sebagai ibu pengatur rumah tangga dan pendidik utama generasi. Bahkan tak sedikit yang melakukan pelanggaran hukum syara’, bermaksiat kepada Allah SWT. Apa hebatnya semua itu jika tidak mendatangkan keridhoan Allah SWT dan pahala di sisi-Nya? Justru eksploitasi dan pelecehan yang didapat oleh para wanita.

Mari bersama meluruskan niat, memohon pertolongan Allah SWT, agar setiap aktivitas kita, apapun bentuknya dimudahkan-Nya dalam mensinerginkan dengan peran utama kita sebagai ibu pengatur rumah tangga dan pendidik utama generasi. Semoga Allah SWT meridhoi dan melimpahkan pahala-Nya untuk kita. Aamiin yaa Robbal’alamin.

*Disarikan dari Buku 66 Muslimah Pengukir Sejarah dan berbagai sumber.

(ameera/arrahmah.com)

]]>
373737
Kisah perjuangan seorang muallaf Muslimah Columbia di Indonesia dalam mempertahankan aqidah https://www.arrahmah.id/kisah-perjuangan-seorang-muallaf-muslimah-columbia-di-indonesia-dalam-mempertahankan-aqidah/ Sat, 26 Jan 2019 14:16:51 +0000 https://www.arrahmah.com/?post_type=news&p=370525

(Arrahmah.com) – Alhamdulillah, baru saja saya mengunjungi salah seorang Muallafah yang berasal Negara Columbia Amerika Latin. Beliau bernama Martha Eugenta kelahiran tahun 1969. Kisah perjalanan hidupnya sungguh menyentuh dan sangat inspiratif.

Ceritanya begini, beliau dahulu bekerja di sebuah kapal pesiar yang berkeliling dunia melayani para turis mancanegara. Ketika bekerja di kapal tersebut, beliau berkenalan dengan seorang pria indonesia asal bandung yang juga bekerja sebagai kepala house keeping di kapal tersebut.

Karena keseringan berjumpa dan satu profesi, maka di antara mereka terjadilah hubungan yang dekat dan saling mencintai. Karena sudah saling mencintai, maka mereka sepakatlah untuk menikah di Indonesia dan Bu Martha pun rela masuk Islam.

Sekitar tahun 1993, Bu Martha mengikrarkan syahadat dan resmi memeluk Islam di Bandung. Setelah itu, mereka langsung menikah di kediaman suaminya di Bandung.

Setelah menikah, Alhamdulillah, mereka di karunia seorang putri. Semula perjalanan rumah tangga mereka baik-baik saja dan mendapatkan sakinah, mawaddah, warahmah.

Namun setelah umur pernikahan mereka 3 tahun, terjadilah bencana keluarga yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Bu Martha. Suaminya berselingkuh dengan pembantunya.

Saat itu Bu Martha benar-benar terpukul. Beliau pun kabur dari rumah tanpa pamit dan meninggalkan anaknya yang masih bayi.

Bu Martha kabur dari rumah dengan tujuan yang tidak jelas dan dengan biaya ala kadarnya saja.

Beliau pun terlunta-lunta, menjadi gelandangan, bahkan sempat tidur di kuburan selama 5 bulan.

beliau juga pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Hidupnya berpindah-pindah.  Sampai suatu saat ada orang yang menyarankan Bu Martha untuk belajar Islam di Pesantren Gontor.

Alhamdulillah, beliau sempat diantar belajar Islam di Gontor. Namun beliau tidak betah karena selalu teringat dengan putrinya. Sedangkan sang suami tidak peduli dengan nasib Bu Martha dan sudah tidak pernah bertemu lagi.

Akhirnya, suami menikahi pembantunya tersebut. Lalu anak semata wayangnya diasuh oleh ibu tirinya yang sangat kejam.

Putrinya ini sejak kecil terus mengalami perlakuan yang tidak baik dari ibu tirinya. Akibat perlakukan buruk itu, sekarang anak tersebut cacat seumur hidup bahkan mengidap penyakit leukimia.

Bu Martha sungguh menderita hidupnya di Indonesia, sementara dia tidak punya keinginan untuk kembali ke negaranya karena dia sudah jadi muslimah.

Beliau sangat khawatir akan dimurtadkan oleh keluarganya karena di sana semuanya non-muslim.

Dari sekian lama petualangannya yang berpindah-pindah tempat tidak jelas kerja dan statusnya, Bu Martha setiap hari menangis merindukan perjumpaan dengan putrinya.

Akhirnya beliau mencoba untuk mencari alamat tinggal mantan suaminya di Bandung dan Tasikmalaya.

Alhamdulillah, setelah lebih kurang setahun dia mencari, akhirnya Allah pertemukan juga dia dengan putrinya yang saat itu tinggal bersama ibu tirinya.

Bu Martha sangat terkejut melihat kondisi putrinya yang sangat menderita.  Putrinya lumpuh, tidak bisa berdiri dan duduk sama sekali.

Akhirnya, Bu Martha minta kepada mantan suaminya agar anak itu diasuh oleh dirinya.

Mantan suaminya tidak keberatan. Kemudian anak ini di dibawa ke daerah Bogor Barat.

Di sana Bu Martha mengontrak rumah petak yang sangat kecil yang tidak layak.

Namun, karena ia tidak punya uang, terpaksa harus menerima kenyataan hidup.

Bu Martha sebagai orang asing yang tidak punya relasi apa-apa, tentu mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan. Untuk biaya hidup sehari-hari, Bu Martha bekerja menjadi tukang cuci di rumah-rumah orang.

Aktivitas jadi tukang cuci dia jalani beberapa lama. Tapi karena tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan juga biaya pengobatan anaknya yang setiap 3 bulan sekali harus transfusi darah, maka beliau memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai tukang cuci.

Ia kemudian bekerja memulung barang-barang bekas di tong-tong sampah. Kerja sebagai pemulung ini lebih baik penghasilannya ketimbang saat menjadi tukang cuci.

Dari hasil memulung bisa mendapatkan uang lebih kurang Rp.1,5 juta perbulan. Kalau dihitung secara matematika tentu penghasilan 1,5 juta perbulan jauh dari cukup. Apalagi harus bayar kontrakan rumah, listrik, biaya berobat anak dan lain lain.

Maka demi mempertahankan kehidupan anaknya yang setiap 3 bulan sekali harus transfusi darah, maka ia terpaksa berhutang ke rentenir. Ia sampai sekarang masih punya hutang sekitar 7 juta.

Lalu, karena beratnya beban hidup, dan karena tagihan dari rentenir yang belum bisa dibayar, maka beberapa hari yang lalu ada orang yang menyarankan kepadanya untuk menjumpai saya ke Pesantren Muallaf Annaba Center di Bintaro.

Bu Martha pun datang ke pesantren. Tapi sayang, saat itu saya sedang tidak ada di pesantren. Akhirnya beliau hanya bisa telepon dengan saya dengan difasilitasi santri.

Semula saya kurang serius menanggapi telepon beliau, karena saya sedang sibuk.

Tapi santri saya banyak mengorek kisah ibu itu sampai mereka semua terharu. Lalu beberapa hari kemudian, 2 orang santri kami datang mengunjungi rumah beliau, ternyata memang sangat luar biasa prihatin kehidupan ibu ini.

Lalu, santri saya menceritakan keadaan ibu itu ke saya, maka saya pun langsung berangkat ke rumah ibu itu. Setelah saya tiba di rumah kontrakan Bu Martha, baru beberapa menit saja saya tidak kuasa menahan air mata saya yang terus bercucuran, karena melihat keadaan ibu ini yang sangat mengharukan.

 

Di depan pintu itu terbaring putri semata wayangnya yang sudah lumpuh, tidak bisa duduk sama sekali dan sulit untuk berbicara. Bu Martha luar biasa cintanya kepada putrinya tersebut. Selalu dia mengatakan, “inilah hartaku, inilah hartaku”.

Bu Martha selalu menciumi kaki putrinya sambil menangis dan kadang-kadang sampai histeris. Saya sungguh terharu melihat kehidupan dua insan yang saya anggap tidak berdosa ini.

Lalu setelah saya berbincang-bincang panjang lebar seputar kehidupan Bu Martha, saya pun merasa berdosa karena baru mengetahui ada muallafah yang seperti ini kehidupannya.

Bu Martha benar-benar sebagai orang Amerika Latin yang punya harga diri dan punya prinsip hidup yang luar biasa menginspirasi.

Karena Bu Martha adalah seorang Muallafah dan juga hidup sebatang kara di indonesia, maka saya merasa terpanggil untuk menolong ibu ini dan putrinya yang cacat.

Lalu saya tawarkan kepada Bu Martha agar pindah ke daerah Bintaro dekat pesantren, nanti saya kontrakkan rumah ibu, semua biaya hidup ibu saya tanggung dan juga pengobatan anak ibu saya tanggung, dan segala kebutuhannya saya penuhi, kemudian ibu berhenti jadi pemulung, fokus urus anak dan sambil belajar Islam di pesantren.

Pokoknya ibu hanya ibadah saja kegiatannya, karena ibu punya hak dalam Islam untuk ditolong.

Subhanallah, di luar dugaan saya. Sungguh Bu Martha seorang ibu yang tangguh yang tidak mau menggantungkan nasibnya kepada orang lain, meskipun dia sudah menderita. Ia tetap dia tidak mau hidup dari belas kasih orang lain.

Dia justru menjawab, “terima kasih banyak Pak Ustadz Nababan atas perhatian dan kepeduliannya. Biarlah saya hidup seperti ini tetap sebagai pemulung, karena saya pernah dihina orang lain dengan mengatakan, bule ini tidak bisa apaapa, lebih baik perawan anaknya dijual saja, supaya bisa hidup layak”.

Dia benar-benar terpukul dengan kata-kata itu, maka dia ingin membuktikan kepada orang itu bahwa suatu saat ia akan bisa hidup lebih baik. Maka dia ingin bertahan jadi pemulung agar bisa membuktikan kepada orang tersebut bahwa dia yakin nanti Allah pasti beri rezki yang banyak.

Sebuah pengalaman hidup yang luar biasa menginspirasi saya, betapa ada orang yang lemah ekonominya, seorang janda miskin, orang Bule dan muallafah, rasanya aneh ada orang Bule jadi pemulung sampah di negeri orang demi mempertahankan aqidahnya.

Bahkan yang lebih seru lagi adalah dia mendapatkan kiriman uang warisan dari orang tuanya sebesar 6 miliar yang saat ini ditahan oleh kedutaan Columbia di Jakarta karena penyerahan uang ini harus dengan syarat dia mau kembali ke negerinya di Columbia.

Tapi Bu Martha menolak untuk kembali ke negaranya karena khawatir akan dimurtadkan. Maka beliau rela untuk tidak mengambil uang warisan tersebut. Bahkan dia sudah tidak mau lagi pulang ke Columbia karena sudah merasa nyaman tinggal di indonesia bersama putrinya walaupun hidup prihatin.

Sungguh tangguh iman ibu ini, benar-benar budaya mereka membentuk mentalnya menjadi wanita yang tidak mudah menyerah dengan keadaan.

Bayangkan, saya tawarkan beliau pindah ke dekat pesantren di Bintaro, dengan tidak kerja apa-apa dan ditanggung semua kehidupannya, beliau tidak mau, tetap memilih jadi pemulung demi membuktikan kepada orang yang menghinanya bahwa Allah mendengar doa dia suatu saat nanti.

Saya tidak kuasa membendung air mata ini, ternyata ada ibu janda yang muallafah yang sangat tangguh kepribadiannya.

Semoga Allah menjadikan beliau sebagai wanita teladan kelak, aamin.

*Dikisahkan oleh Ust.Nababan dari Pesantren Muallaf – Annaba Center Indonesia.

(ameera/arrahmah.com)

]]>
370525
Kisahku diperlakukan kejam oleh polisi Belgia https://www.arrahmah.id/kisahku-diperlakukan-kejam-oleh-polisi-belgia/ Thu, 05 Jul 2012 09:08:19 +0000 http://arrahmah.com/?p=172672

Arrahmah.com –  Pada (31/5/2012) di Belgia, seorang Muslimah ditangkap oleh polisi karena memakai niqab (cadar), Muslimah itu tiba-tiba didatangi oleh polisi dan dan diminta untuk membuka cadarnya untuk pemeriksaan identitas, namun setelah pemeriksaan identitas, polisi tetap memaksa Muslimah itu untuk dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi, ia dicaci maki, pakaiannya dirobek-robek, dan dipukuli hingga ia mengalami gegar otak dan luka-luka yang mengharuskan ia dirawat di rumah sakit.

Berikut ini ia menceritakan fakta bagaimana insiden itu terjadi hingga ia harus dibawa ke gawat darurat. Diterjemahkan dari video dan transkrip yang dipublikasikan oleh Izharudeen.com.

Cerita berikut mungkin hanya satu dari sekian kasus diskriminasi dan kekejaman yang terjadi di Eropa terhadap saudari-saudari kita yang memakai niqab.

***

Bissmillahirrahmanirrahiim

Semoga salam dan keberkahan tercurah kepada mereka yang mengikuti kebenaran.

Saya adalah Stephanie Djato, saya seorang gadis muda yang diserang pada saat pemeriksaan identitas oleh polisi Molenbeek, saya seorang Muslimah yang telah masuk Islam empat tahun lalu. Dan sekarang saya memakai niqab selama hampir 4 tahun. Dan selama itu saya tidak pernah menemukan masalah karena niqab ini hingga pada hari di tanggal 31 Mei 2012.

Jadi, saya akan memberikan fakta berdasarkan versi saya. Sebelum saya memulainya, izinkan saya mengatakan bahwa saya tidak menyeru untuk kebencian atau apapun. Video ini, hanyalah dibuat dengan tujuan untuk mengklarifikasi masalah sebenarnya dan untuk memberitahu kebenarannya, karena semua yang disebarkan oleh orang-orang sejauh ini hanyalah kebohongan.

Jadi, pada hari Kamis pagi itu pada 31 Mei 2012, saya duduk di deretan trem di Jette dan bukan Molenbeek seperti yang media klaim. Saya sedang menunggu trem (transportasi umum listrik –red) menuju rumah sakit di mana saya punya janji pada jam 12. Sebuah janji yang cukup penting. Kemudian datanglah 2 petugas polisi menghampiri saya dan meminta saya untuk menunjukkan kartu identitas (ID) saya. Saya langsung bekerjasama dan saya telah memberikan ID saya tanpa membuat masalah apapun. Kemudian mereka bertanya apakah saya mau melepaskan niqab saya sehingga mereka dapat mengidentifikasi saya.

Saya jawab, itu bukan masalah, tetapi setelah pemeriksaan ID saya akan menutup wajah saya kembali. Pernyataan saya membuat marah para petugas polisi itu. Mereka mengatakan bahwa hukum melarang burqa dan bahwa saya tidak memiliki hak untuk memakai burqa saya kembali setelah pemeriksaan ID dilakukan. Tentu saja saya menolaknya. Kemudian saya menjelaskan kepada mereka bahwa ini bukan pertama kalinya saya menjadi sasaran pemeriksaan ID semacam ini oleh polisi dan polisi tidak pernah meminta saya untuk melepaskan niqab saya lagi setelah pemeriksaan selesai. Umumnya, sebuah pemeriksaan ID berlangsung dengan mudah, pada pemeriksaan ID lalu, saya memberikan ID saya, saya menunjukkan wajah saya kepada polisi dan mereka mengidentifikasi saya dan mereka membiarkan saya pergi tanpa masalah, tetapi tentu saja dengan denda yang selalu saya bayar setelah itu.

Tetapi pada 31 Mei itu, tidak berlangsung sebagaimana pemeriksaan ID sebelumnya, hal itu benar-benar berlangsung salah. Alasannya mengapa, saya tidak tahu. Setelah saya menolak untuk melepaskan niqab saya secara permanen setelah pemeriksaan ID, mereka menawarkan, sebenarnya mereka bukan menawarkan kepada saya tetapi mereka telah memaksa saya untuk masuk ke dalam mobil untuk membawa saya ke kantor polisi. Saya masuk ke dalam mobil tanpa membuat masalah apapun, saya bangkit dari tempat pemberhentian dan telah mengikuti mereka masuk ke dalam mobil dan saya dibawa di dalam mobil.

Saat itu di mobil saya ingin mengambil telepon saya untuk memberitahu rumah sakit bahwa saya tidak akan tepat waktu mengenai janji saya karena saya terlambat, telah pukul 11:30 dan saya punya janji pukul 12, jadi saya sadar pasti bahwa saya terlambat satu jam.

Polisi wanita yang berada di kursi belakang bersama saya berusaha menarik telepon saya. Dia mengatakan bahwa saya telah dicabut dari kebebasan saya dan bahwa saya tidak punya hak untuk menelepon. Terkait ini maka saya menjawab bahwa saya punya pertemuan yang sangat penting, saya tidak bisa melewatkan janji ini dan biarkan saya untuk memberitahu mereka dan meminta apakah ada kemungkinan saya bisa datang kemudian setelah pemeriksaan ID ini selesai. Petugas polisi itu kemudian menjawab: “Dengarkan, tidak perlu kau memberitahu mereka bahwa kau akan terlambat hari ini karena kau sedang tidak pergi ke rumah sakit. Kau akan berada selama 24 jam di sel penjara!.”

Maka saya menjawab:  “Apakah ini sebuah ancaman?”, dia menjawab:  “Tidak, sama sekali tidak. Tetapi kami akan mengajarimu sebuah pelajaran jadi kau belajar untuk menghormati hukum!.”

Kalian harus tahu bahwa di sana telah terjadi ancaman, hinaan, komentar-komentar rasis ditujukan langsung kepada keimanan saya, niqab saya…

Tetapi di dalam mobil tidak ada kekerasan. Saya ingin menekankan, karena para jurnalis mengatakan bahwa polisi telah menyerang saya pada saat awal pemeriksaan ID, ini tidak benar. Sehingga pada poin ini tidak ada kekerasan, tidak dari pihak saya atau dari pihak mereka.

Ketika tiba di kantor polisi, mereka menempatkan saya di sebuah ruangan, itu bukan sebuah kantor, itu seperti ruang penyimpanan. Di sana mereka menginggalkan saya dengan keberadaan 3 wanita yang mengintimidasi dan mencaci saya, dan lain-lain. Mereka meminta saya melepaskan cadar saya, setidaknya ini yang saya pahami dari pertanyaan mereka, mereka menjawab: “ini bukan apa yang kami maksud. Maksud kami adalah semuanya. Apa yang menutupi wajahmu, rambut dan tubuhmu kau harus lepaskan. Kau harus melepaskan semuanya!.” Maka saya menolak karena saya tidak mengerti mengapa saya harus menanggalkan pakaian sepenuhnya untuk sebuah pemeriksaan ID. Saya mendapati bahwa ini adalah sebuah ketidakadilan besar dan penghinaan jadi saya menolaknya. Kemudian mereka mulai mencaci saya, mereka mengatakan bahwa kita tidak sedang berada di dalam sebuah sirkus, lepaskan kostum itu, dan segala pernyataan yang menyerang,…

Saya tetap teguh, saya tidak ingin diri saya sendiri menanggalkan pakaian di hadapan siapapun dan pastinya tidak di hadapan wanita non-Muslim. Ini hal yang tidak terpikirkan oleh saya. Kemudian saya berkata dengan jelas bahwa saya tidak akan sepenuhnya melepaskan niqab saya, saya tunjukkan wajah saya, kalian dapat mengidentifikasi saya dan saya tidak akan menanggalkan pakaian. Kemudian mereka berkata, jika kau tidak ingin menanggalkan pakaian sendiri secara rela kami akan memaksamu untuk menanggalkan pakaian.

Pada saat itu seorang petugas polisi melompat ke belakang saya, memegang tangan saya di balik punggung saya untuk menahan. Dan dua lainnya menghampiri saya untuk memaksa saya melepaskan jilbab saya. Karena itu adalah jilbab yang panjang dengan kancing dan ikatan, mereka mendapatkan kesulitan untuk melepaskannya. Saya melawan atas penanggalan pakaian ini dan mereka menendang saya, dan memukul perut saya dan sedikit ke semua bagian.

Pada saat yang sama dia berusaha untuk merobek jilbab saya. Para wanita yang mengalami kesulitan untuk melepaskan jilbab saya kemudian memanggil bantuan laki-laki untuk datang untuk menolong mereka. Ketika para pria itu datang, mereka tiba-tiba mulai memukuli saya sedikit di semua bagian di tubuh saya. Mereka terus menarik jilbab saya yang mereka lakukan di sebagian besar bagian tetapi masih menempel di leher dan pergelangan tangan saya. Pada saat itu mereka meminta bantuan pria ketiga yang disuruh untuk membawa gunting. Mereka mendorong saya ke lantai dan petugas pria duduk di bokong saya dan ia mulai menggunting baju saya. Jilbab saya, niqab dan pakaian dalam.

Jadi saya berada di lantai dengan polisi di punggung saya yang merobek baju saya dengan gunting dan sisanya dengan tangannya. Sementara itu, saya ditendang lagi di wajah saya dan dipukul di tubuh saya oleh dua polisi yang berdiri di samping saya. Ada tendangan yang menyebabkan saya gegar otak. Gegar otak saya benar-benar disebabkan oleh tendangan-tendangan ke kepala saya. Ketika saya berbaring di lantai, dia (polisi wanita) membenturkan kepala saya ke ubin lantai. Pada saat itu, seorang polisi laki-laki datang dan dia memborgol tangan saya. Dengan tangan saya di belakang punggun saya.

Rambut saya diikat dalam simpul, dia menarik karet gelang dari rambut saya dan dia menarik saya dengan rambut saya dan menempatkan saya di kaki saya. Dia menarik rambut saya dan borgol saya, dan saya duduk dengan kedua lutut saya. Kemudian salah satu polisi yang berada di depan saya dan memukuli saya pada wajah, saya berusaha untuk membela diri dan terus-menerus mengalihkan wajah saya dari pukulan petugas polisi. Kepala saya tiba-tiba menghantam kepalanya yang menyebabkan petugas polisi itu patah hidungnya.

Saya ingin mengklarifikasi bahwa ini bukan niat saya, ini terjadi pada saat perkelahian di mana semua agen itu memukuli saya dan saya ingin mempertahankan diri saya dari pukulan-pukulan mereka, dan pastinya terhadap wajah saya, karena pukulan dan tendangan keras tiba di kepala saya. Kemudian kepala saya menghantam hidung petugas polisi wanita itu.

Ketika dia mendapatkan tandukan kepala dia marah besar. Itu saatnya polisi benar-benar menjadi liar dan mereka melemparkan saya kembali ke lantai dan mulai menanggalkan pakaian saya sepenuhnya, mereka mulai menggunting pakaian dalam saya dan melepas celana panjang saya. Saya menjadi telanjang. Seorang pria duduk di atas saya dan mengatakan: “Kami akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang lebih buruk dari Guantanamo!,” dia berkata: “Ini lebih buruk daripada Guantanamo,” dan mereka mulai tertawa. Mereka menyakiti saya, seorang Muslimah, Islam…

Di sana ada beberapa bagian kecil kain yang tergantung di leher saya, pria yang duduk di atas saya menariknya kembali, dia mencekik saya dengan potongan niqab saya.

Saya mendapatkan kesan bahwa saya sedang sekarat, saya lemas, saya tidak dapat bernafas, saya gemetar dan mata saya memutar ke belakang (atas), saya panik. Saya pikir saya akan mati. Saya menjerit dalam kepanikan, gelisah, saya sangat stress, saya berteriak: “Hentikan, tolong hentikan, saya akan melakukan apa yang kalian inginkan, tetapi tolong hentikan, hentikan penyiksaan ini saya akan melakukan apa yang kalian inginkan, kalian mau membunuh saya!”.

Kemudian mereka menjawab: “Kau bisa mati!” dan kemudian mereka menghina saya, mereka mengatakan hal-hal yang tidak dapat disebutkan. Pada saat itu, saya menerima banyak sekali pukulan, saya pingsan di lantai, saya tidak dapat bergerak, dan saya berteriak sangat banyak sehingga saya tidak bisa berteriak lagi. Kemudian saya mengingat kata-kata terakhir yang saya dapat katakan, itu adalah do’a yang mana saya memohon kepada Allah untuk mematahkan punggung mereka, dan untuk menghukum mereka atas semua ketidakadilan yang mereka lakukan terhadap saya. Ketika dia (polisi wanita) mendengarnya, mereka benar-benar membantai saya, mereka tidak tahan dengan kata-kata itu, namun saya bersumpah bahwa saya tidak menyinggung. Dan saya memohon sebelumnya untuk berhenti menyerang saya. Mereka telah memukuli saya sangat sampai-sampai saya tidak dapat bicara dan bergerak.

Ketika mereka menyadari bahwa mereka telah terlalu jauh dan mereka mengambil celana panjang saya kembali dan mereka menutupi saya pada bagian atas. Mereka menyeret saya sehingga saya dapat bangun dan mereka menyeret saya ke departemen polisi di depan semua rekan mereka. Rekan-rekan mereka itu bertanya, “Siapa ini?”, polisi berkata: “Ini adalah seorang burqa, ini adalah seorang burqa!.” Bagi saya ini adalah penghinaan tiga kali lipat karena saya setengah telanjang dan ini adalah penghinaan besar terhadap saya, karena saya merasakan bagaiamana setiap orang memandang saya, saya merasa kotor dengan mata-mata mereka yang fokus terhadap tubuh saya, ini adalah penghinaan bagi saya.

Mereka mengarak saya selama 5 menit atau lebih di seluruh kantor polisi. Dan mereka memekik: “Lihatlah, lihatlah ini seorang burqa (gadis berpakaian burqa –red)!.”

Dan sampai akhir, mereka melemparkan saya di dalam sebuah sel selama 2 jam. Saya mereka sangat mual, saya mendapatkan masalah, saya mulai bergetar dan mulai muntah dan terus muntah, saya sangat sakit. Setelah itu mereka terpaksa untuk memanggil seorang dokter. Mereka tiba-tiba mengirim saya ke UGD. Saya sekarang akan bercerita bagaimana mereka membawa saya dari kantor polisi ke UGD.

Beberapa rumor merebak bahwa saya meninggalkan di kantor polisi dalam keadaan telanjang, beberapa mengatakan bahwa saya benar-benar tertutup dengan jilbab saya ketika saya meninggalkan kantor polisi, ini setidaknya apa yang polisi klaim.

Ini sungguh tidak benar. Apa yang terjadi, saya akan jelaskan. Ketika mereka menarik saya keluar dari penjara, dan mereka mengatakan saya akan dibawa ke rumah sakit, saya meminta mereka untuk memberikan kembali jilbab saya sehingga saya dapat meninggalkan kantor polisi dengan kain penutup. Ketika saya berusaha untuk menutupi diri saya saya melihat jilbab saya telah robek jadi saya tidak dapat memakainya kembali. Kemudian saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak akan meninggalkan kantor polisi dengan keadaan setengah telanjang. Lalu saya meminta apakah saya dapat menelepon seseorang, seseorang yang dapat memberi saya pakaian untuk menutupi tubuh saya, sebuah jilbab. Saya kemudian menelepon seseorang dan orang itu berkata bahwa dia akan berada di sana (kantor polisi) dalam satu jam. Orang itu meminta polisi untuk menunggu. Polisi itu kemudian menjawab bahwa mereka tidak punya waktu untuk menunggu. Dan dia memintanya untuk mengirim ke rumah sakit.

Kemudian mereka membawa saya ke luar kantor polisi dengan setengah telanjang, hanya dengan celana panjang dan atasan kecil, tanpa pakaian dalam. Saya tidak memiliki rompi, tidak juga jilbab atau apapun. Mereka membawa saya seperti itu ke UGD. Sementara polisi berharap untuk pernyataan dari dokter bahwa saya dapat meninggalkan rumah sakit untuk kembali ke sel, meskipun kondisi medis saya. Dokter menolaknya. Setelah beberapa pemeriksaan, dokter menemukan bahwa saya mengalami gegar otak dan luka-luka.

Dokter telah memiliki beberapa daftar dan juga laporan yang disusun. Sehingga bagi mereka yang mengatakan apa yang saya katakan, saya memiliki bukti-bukti laporan yang membenarkan apa yang saya katakan dan saya memiliki semua dokumennya.

Jadi saya pikir, saya telah menceritakan semuanya, kebenaran, versi sebenarnya dari fakta-fakta. Tentu saya menceritakan semuanya pada umumnya saja tanpa terlalu rinci. Hal terpenting yang perlu kalian ketahui. Saya menekankan bahwa saya merekam video ini semata-mata dengan tujuan untuk menceritakan kebenaran kepada semua orang. Orang-orang Muslim, non-Muslim, saya mengklarifikasi bahwa saya tidak menyeru untuk kebencian. Saya berharap cerita ini akan mengakhiri kebohongan, dan kebenaran yang berlaku.

(muslimahzone.com/arrahmah.com))

]]>
172672