Mujahidah | Arrahmah.id https://www.arrahmah.id Informasi Dunia Islam Terdepan Sun, 20 Apr 2014 07:27:22 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.2 https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2022/12/arrahmahlogo2.jpeg?fit=32%2C32&ssl=1 Mujahidah | Arrahmah.id https://www.arrahmah.id 32 32 47156980 Kecemburuan muslimah terhadap amalan jihad https://www.arrahmah.id/kecemburuan-muslimah-terhadap-amalan-jihad/ Sat, 19 Apr 2014 12:55:53 +0000 http://www.arrahmah.com/?p=247658

Oleh Ustadz Abu Muhammad Jibriel Ar.

(Arrahmah.com) – Ikhwani wa akhawtii fillah Rahimakumullah.

Al-Jihad fisabilillah adalah amal ibadah yang paling tinggi derajatnya di dalam Islam. Ia merupakan tiang dan puncak Islam yang tertinggi dan terpuji. Ia adalah jalan yang benar untuk menjaga Islam dan syari’at-Nya, untuk menjaga negara dan undang-undangnya dan membantu orang-orang yang tertindas dalam agamanya. Ia adalah perisai yang kukuh yang dapat menjamin kebebasan menyebarkan dakwah kepada Allah, apabila dihalang oleh senjata-senjata musuhnya.

Ia adalah wasilah (jalan) untuk menjaga syari’at yang amat penting (dhoriyyah) dalam agama ini. Oleh karena itulah Allah Ta’ala memerintahkannya kepada orang-orang mukmin meskipun terpaksa mengorban diri, nyawa, harta-benda dan barang-barang keduniaan. Karena menjaga agama lebih utama daripada yang selainnya seperti keluarga, kehormatan, harta dan nyawa.

Berkata Al-Imam As-Syatiby:

“Sesungguhnya jiwa yang mulia wajib dipelihara, kerana ia memerlukan hidup yang selamat dan sejahtera. Sekiranya berlaku perkara antara hidupnya, jiwa dan binasanya harta atau binasanya jiwa dan selamatnya harta, maka hidupnya jiwa lebih utama. Maka apabila terjadi perkara yang berlawanan antara hidupnya jiwa dan matinya agama, maka mempertahankan agama lebih utama meskipun membawa kepada kematian jiwa di dalam jihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang murtad lainnya.” [1]

Dan dari sinilah Allah Ta’ala menggalakkan hamba-Nya yang mukmin untuk berjihad di jalan-Nya dan memerintahkan mereka dengannya dan menjanjikan untuk para mujahidin dan mujahidah akan syurga sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sungguh Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan pahala surga. Mereka telah berperang guna membela Islam, lalu mereka membunuh atau dibunuh. Janji pahala surga ini termaktub dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Wahai kaum mukmin, siapa saja di antara kalian yang memenuhi janjinya kepada Allah, bergembiralah kalian dengan bai’at yang telah kalian lakukan dalam perjanjian itu. Demikian itu adalah keberuntungan yang amat besar bagi para syuhada.(QS. at-Taubah, 9: 111)

Meneliti kandungan ayat yang memberi tawaran harga yang sangat tinggi dan mahal kepada orang-orang mukmin, yang sanggup menjual diri dan hartanya dengan bayaran syurga yang indah penuh kenikmatan, tentunya ramai yang sudah mendaftar diri dan sudah tidak sabar lagi menunggu keberangkatannya.

Imam Al- Hasan Al-Bashri dari Qatadah mengulas ayat ini dengan ucapan:

“Demi Allah, Dia telah membeli mereka (hamba-hamba-Nya) dengan harga yang sangat mahal.”

Inilah ayat motivasi dan sekaligus hiburan senandung ria bagi mujahidin dan mujahidah yang sangat rindu bertemu dengan Allah, Tuhan yang maha Pengasih dan Penyayang.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam bersabda:

إِعْلَمُوْا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ

“Ketahuilah olehmu bahawa syurga itu berada di bawah naungan pedang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ

“Sesungguhnya pintu-pintu syurga itu berada di bawah naungan pedang.” (HR. Muslim, Tirmizi, Ahmad)

إِنَّ السَّيْفَ مَحَاءُ الْخَطَايَا

“Sesungguhnya pedang itu penghapus segala dosa-dosa.” (HR. Ahmad)

Inilah dia Umair bin Haman, keluarga Bani Salamah, di saat terjadinya perang Badar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam keluar memberi semangat kepada para Mujahidin dengan sabdanya,

“Demi zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tiadalah seseorang yang keluar memerangi mereka hari ini lalu terbunuh dalam keadaan sabar dan mengharapkan ridha Allah, maju dan tidak mundur, melainkan Allah pasti memasukkannya ke syurga.” Lalu Umair berkata, “Bagus, bagus…”, sedang di tangannya ada beberapa bij kurma yang belum habis dimakannya. Lalu ia berkata, “Apakah antaraku dengan syurga hanya menunggu musuh membunuhku?”

Kemudiaan ia segera membuang kurma yang ada di tangannya dan terus maju ke medan perang memerangi musuh sehingga ia terbunuh.

Maka siapakah di antara mukmin dan mukminat yang tidak cemburu? Dengan kepemilikan syurga yang seluas langit dan bumi? Yang dibina dari mutiara dan permata yakut setinggi 60 mil menjulang langit? Di dalam syurga itu ada 100 derajat, jarak setiap derajat antara langit dan bumi disediakan untuk para mujahidin dan mujahidah, apakah anda tidak menyambut tawaran ini?

Inilah dia, tokoh mujahidah, seorang orator dan juru cakap kaum wanita sahabat-sahabat Nabi, seorang perawi hadits, seorang mujahidah yang sangat berani, yang telah membunuh 9 orang tentara Romawi di dalam perang Yarmuk;

1. Asma binti Yazid bin As-Sakan Al- Anshariyyah radliyallahu ‘anha.

Dia dengan keberaniaan dan kecerdasan otak serta kefasihan lidahnya, bersama perasaan dan hati cemburunya terhadap beberapa kelebihan yang diberikan kepada kaum lelaki, telah datang menghadap kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallaam yang sedang dikelilingi oleh para sahabat beliau.

Dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku sebagai jaminan. Aku adalah juru cakap (utusan) kaum wanita untuk menghadap kepadamu. Sesungguhnya Allah telah mengutus engkau kepada kaum lelaki dan wanita sekaliannya, lalu kami beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Dan bahwasanya kami ini, adalah kaum wanita yang tidak dapat bergerak bebas, terkurung dan senantiasa berada di rumah-rumahmu untuk melayani keperluan syahwatmu dan mengandung anak-anakmu.

Dan bahwasanya adalah kaum lelaki, telah dilebihkan dan dimuliakan atas diri kami dalam shalat jum’at dan jama’ah, melawat orang-orang sakit, menghantar jenazah, mengerjakan satu haji sesudah haji yang lain. Dan yang paling utama dari semua itu ialah: BERJIHAD DI JALAN ALLAH AZZAWAJALLA.

Jika salah seorang diantara kamu keluar untuk pergi berhaji atau berjihad maka kamilah yang menjaga hartamu, menjahitkan pakaianmu dan memelihara serta mendidik anak-anakmu. Tidakkah kami dapat berkongsi pahala dengan kamu dalam perkara ini?”

Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallaam menoleh kepada para sahabatnya seraya berkata,

“Pernahkah kamu mendengar pembicaraan seorang wanita yang lebih baik dan lebih pandai mengemukakan masalah-masalah dalam agamanya daripada wanita ini?”

Para sahabat menjawab serentak, “Kami tidak sangka ada seorang wanita yang dapat mengemukakan permasalahan seperti ini, wahai Rasulullah!”

Rasulullah shalaahu ‘alaihi wassallaam lalu menoleh kepada wanita ini seraya berkata,

“Ketahuilah wahai wanita, dan beritahukanlah kepada teman-teman dari kaum wanita yang lain. Bahwasanya penjagaan seorang wanita kepada suaminya dengan melayani (menggauli)nya dengan cara sebaik-baiknya dan taat kepadanya, senantiasa melakukan segala yang disukainya dan mencari keridhaannya adalah menyamai pahala semua itu.”

Segera Asma bangun untuk kembali kepada teman-temannya yang sedang menunggu, sedangkan dia amat gembira sekali akan jawaban yang diberikan oleh Rasulullah tersebut.” [2]

Wahai kaum muslimah dan mujahidah!

Tahukah anda semua, apakah tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh kaum wanita di zaman Rasulullah berkenaan dengan hak dan kewajiban?

Mereka menuntut bukan perkara yang menyenangkan hawa dan nafsu serta keduniaan, sebagaimana kebanyakan tuntutan wanita masa kini. Yang mereka tuntut ialah masalah ibadah, masalah tanggung-jawab di sisi Allah, supaya kemuliaan di sisi Allah tidak hanya dimonopoli oleh kaum lelaki.

Dari cara penyampaian dan nada tuntutan yang diajukan dapat difahami bahwa mereka seolah-olah meminta:

“Ya Rasulullah, kalau mereka boleh shalat Jum’at dan berjama’ah, boleh pergi berhaji dan berjihad, mengapa kami tidak boleh? Padahal engkau diutus bukan hanya untuk kaum lelaki saja, tetapi juga kaum wanita. Tapi mengapakah kewajiban shalat jum’at, haji, dan berjihad di jalan Allah hanya untuk kaum lelaki, sedang kami tidak? Kami juga berhak dan kami juga mampu untuk pergi berjihad di jalan Allah dan berhak meraih pahala yang disediakan di sisi Allah!”

Rasulullah begitu kagum mendengarkan hujjah-hujjah dan tuntutan-tuntutan yang telah disampaikan oleh juru bicara wanita tersebut, yang telah membawa segala inspirasi dan keinginan kawan-kawannya kehadapan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam.

Atas kekagumannya itu Rasulullah menoleh kepada para sahabat seraya berkata, “Pernahkah kamu mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik dari wanita ini?”

Inilah cara yang sangat halus dan tersembunyi. Rasulullah memberi pujian serta pengajaran kepada seorang wanita yang memang layak untuk mendapat pujian dan supaya kaum lelaki yang duduk bersama Rasulullah di waktu itu dapat mengambil teladan tentang cara mendidik dan mentarbiah kaum wanita.

Lalu Rasulullah bersabda, “Ketahuilah wahai wanita, dan beritahukanlah kepada teman-teman dari kaum wanita yang lain. Bahwasanya penjagaan seorang wanita kepada suaminya dengan melayani (menggauli)nya dengan cara sebaik-baiknya dan taat kepadanya, senantiasa melakukan segala yang disukainya dan mencari keridhaannya adalah menyamai pahala semua itu.”

Sesungguhnya Rasulullah memberi jawaban yang demikian indah dan mendalam bukan berarti kaum wanita tidak boleh melakukan perkara-perkara yang menjadi tuntutan itu, namun dibalik jawaban Rasulullah tersebut ada hikmah yang tersembunyi, yang terkadang tidak kelihatan dengan mata lahir kaum wanita.

Kalau yang mengenai kewajiban yang menjadi tuntutanmu wahai wanita, sebenarnya kewajiban pokok dan utama seorang wanita yang shalehah ialah mentaati dan melayani suami dengan sebaik-baiknya, supaya mendapat keridhaannya. Justru inilah yang penting sekali dalam kehidupan sebagai seorang isteri. Jikalau kaum wanita telah menunaikan kewajiban terhadap suami dan mentaatinya, maka pahala ganjaran yang tersedia untuknya sama dengan pahala yang diperoleh dengan shalat jum’at, haji dan berjihad di jalan Allah Ta’ala.

Inilah hikmah dan inilah rahasia dibalik jawaban yang tidak kelihatan oleh kaum wanita sebelum mengajukan pertanyaan tersebut. Wallahu’alam bish shawab.

Dari itu wahai kaum muslimah dan mujahidah, ketahuilah bahawa keselamatan dan kemuliaanmu terletak didalam perkara yang sangat penting ini.

Apakah artinya sekiranya engkau sekalian dapat melakukan aktivitas yang banyak, seperti yang dilakukan oleh kaum lelaki, tetapi tugasmu sebagai ibu anak-anak dan isteri yang bertanggung-jawab di rumah suami tidak dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya menurut syariat Allah Ta’ala?

Janganlah karena hendak menyamai wanita-wanita modern yang kebanyakannya telah terlepas dari ikatan syari’at Islam lalu engkau mengajukan berbagai tuntutan agar mempunyai kedudukan yang sama dalam segala bidang kerja dan aktivitas kaum lelaki, sementara tugas yang pokok tidak terlaksana dengan baik.

Kembali kepada topik kecemburuan muslimah terhadap amalan jihad fi sabilillah, sebenarnya ia merupakan kecemburuan yang sangat baik dan bersifat positif supaya mereka mendapatkan gambaran yang jelas tentangnya dan supaya dapat menempatkan diri pada posisi yang betul dalam ibadah yang sangat mulia di sisi Allah Ta’ala.

2. Ummu Salamah radliyallahu ‘anha;

Beliau adalah salah-seorang isteri Rasulullah, seorang wanita yang mula-mula berhijrah ke Madinah dan juga Habasyah, seorang wanita pencemburu, seorang mujahidah yang berani dan banyak menyertai Rasulullah dalam beberapa kali peperangan. Dialah yang pernah berkata kepada beberapa orang wanita yang bersamanya,

“Sekiranya Allah mewajibkan jihad kepada kita sebagaimana kepada kaum lelaki, sehingga kita mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapatkan.”

Maka turunlah firman Allah yang berbunyi:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Wahai kaum mukmin, janganlah kalian iri melihat orang lain yang Allah beri karunia lebih banyak daripada kalian. Laki-laki yang berusaha berhak mendapatkan hasil usahanya. Perempuan yang berusaha juga berhak mendapatkan hasil usahanya. Wahai kaum mukmin, mintalah rezeki kepada Allah. Allah Maha Mengetahui semua usaha dan permintaan kalian.” (Qs. An-Nisaa’, 4: 32)

Berikut ini, kita ikuti dialog Ummu Salamah dengan Rasulullah tentang kecemburuannya terhadap amal jihad fi sabilillah:

Berkata Al-Imam Ahmad, “Kami telah diceriterakan oleh Sofyan dari Abu Najih, dari Mujaahid, bahwa Ummu Salamah berkata kepada Rasulullah,

“Wahai Rasulullah, kaum lelaki diwajibkan berperang (berjihad) sedangkan kami kaum wanita tidak, dan mengenai pembahagian harta waris kami memperoleh separuh dari bagian lelaki, maka turunlah firman AllahWahai kaum mukmin, janganlah kalian iri melihat orang lain yang Allah beri karunia lebih banyak daripada kalian…” (QS. an-Nisaa’, 4: 32)”

Dari Mujahid berkata, Ummu Salamah berkata:

“Wahai Rasulullah, kami tidak disuruh berperang (berjihad) supaya kami dapat mati syahid dan tidak dipotong bahagian pusaka. Maka turunlah ayat tersebut (an-Nisaa’, 4: 32), kemudian Allah menurunkan ayat “Sesungguhnya Aku tidak menyia-yiakan amalan siapa saja yang beramal di antara kamu apakah dia lelaki atau perempuan.” (HR. Ibnu Jarir, Ibnu Mardawaih dan Al-Hakim)

Menurut Abdur Razak; “Ayat ini turun sehubungan dengan ucapan para wanita yang mengatakan;

“Andaikan kita ini menjadi kaum lelaki tentulah kita dapat berjihad dan kita dapat berperang fi sabilillah Azza wajalla.”

Berkata As-Suddij mengenai ayat ini,

Bahwasanya ada beberapa orang lelaki berkata; “Kami, kaum lelaki ingin diberi pahala yang berlipat-ganda dari pahala yang diberikan kepada kaum wanita, sebagaimana kami telah diberi bahagian pusaka dua kali ganda dari bahagian wanita.”

Dan kaum wanita pun berkata: “Kami kaum wanita ingin dikaruniakan pahala seperti pahala para syuhada’, karena kami tidak dapat ikut berjihad (berperang) dan andainya kami diperintahkan (diwajibkan) berjihad, tetapi Allah tidak mengkehendaki yang demikian, dan Dia berfirman, “…Wahai kaum mukmin, mintalah rezeki kepada Allah. Allah Maha Mengetahui semua usaha dan permintaan kalian.” (Qs. 4: 32).

Itulah ungkapan-ungkapan kecemburuan kaum wanita terhadap kaum lelaki atas amalan jihad dan perang sebagai satu kelebihan di atas kaum wanita. Dan Allah Ta’ala telah memberi pandangan yang adil, yang tidak menyinggung perasaan satu sama lain, bahkan dengan pandangan tersebut maka hati masing-masing menjadi lapang dan puas diantara keduanya.

Dari bahasan ini dapat ditarik ibroh bahwasanya wanita-wanita muslimah terdahulu lebih mengedepankan amal shalih dan berburu pahala kebajikan atas keseharian mereka.

Ini bisa menjadi cerminan tentang bagaimana kebanyakan wanita muslimah di zaman ini yang memiliki kecenderungan untuk memfokuskan perhatiannya kepada materi yang bertujuan keduniawian semata.

Turut berkompetisi dalam ajang tampuk kepemimpinan pemerintahan, sementara sebagian lain masyuk dalam ajang-ajang kepopularitasan yang mempertarungkan kecantikan, kemolekan, kesyahduan suara, dan semacamnya yang tertolak dalam syari’at Islam.

Demikian bahasan kali ini, wabillahi taufiq wal hidayah

——————————

Maraji’:

[1] Rujuk kitab Al-Mutaqaat Lis-Syatibi II/39
[2] Rujuk kitab: Nisa Shalihat minat Tariekhil Islami oleh Muhyidin Abd Hamid

(Ukasyah/arrahmah.com)

]]>
247658
Kisah mengharukan syahidah Banan Thantawi yang dibunuh oleh dinas intelijen Suriah https://www.arrahmah.id/kisah-mengharukan-syahidah-banan-thantawi-yang-dibunuh-oleh-dinas-intelijen-suriah/ Mon, 03 Dec 2012 14:35:58 +0000 http://arrahmah.com/?p=190042

(Arrahmah.com) – Seorang wanita muslimah menjenguk suaminya di penjara rezim Nushairiyah Suriah. Ia tidak mengeluhkan sulitnya penghidupan dirinya dan anak-anaknya selama suaminya berada dalam penjara. Justru ia menghibur suaminya dengan kata-kata indah yang akan senantiasa dicatat dengan tinta emas sejarah.

Wanita muslimah yang gagah berani itu menenangkan hati dan pikiran suaminya. Ia mengatakan kepada suaminya,

لاَ تَحْزَنْ وَ لاَ تُفَكِّرْ فِيَّ وَ لاَ فِي أَهْلِكَ وَ لاَ فِي مَالِكَ وَ لاَ فيِ وَلَدِكَ ..وَ لَكِنْ فَكِّرْ فِي دِينِكَ وَ وَاجِبِكَ وَ دَعْوَتِكَ .. فَإِنَّا وَ اللهِ لاَ نَطْلُبُ مِنْكَ شَيْئًا يَخُصُّنَا .. وَ إِنَّمَا نَطْلُبُكَ فِي ْالمَوْقِفِ السَّلِيمِ اْلكَرِيمِ الَّذِي يُبَيِّضُ وَجْهَكَ .. وَ يُرْضِي رَبَّكَ اْلكَرِيمَ .. يَوْمَ تَقِفُ بَيْنَ يَدَيْهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَ أَيْنَمَا كُنْتَ ..أَمَّا نَحْنُ فَاللهُ مَعَنَا .. وَ يَكْتُبُ لَنَا الْخَيْرَ .. وَ هُوَ أَعْلَمُ وَ أَدْرَي سُبْحَانَهُ وَ أَحْكَمُ

Janganlah bersedih dan janganlah memikirkan aku, keluargamu, hartamu maupun anakmu. Tapi pikirkanlah agamamu, kewajibanmu dan dakwahmu!”

Demi Allah, kami tidak meminta darimu sesuatu yang spesial untuk kami. Kami hanya meminta darimu sikap yang lurus dan mulia… kapan saja dan di mana saja engkau berada…sikap yang akan membuat wajahmu bersinar terang dan membuat Rabbmu Yang Maha Mulia ridha….pada hari engkau berdiri di hadapan-Nya.

Adapun kami, maka Allah bersama kami dan Allah menetapkan kebaikan untuk kami. Allah subhanahu wa ta’ala lebih tahu, lebih mengerti dan lebih bijaksana.”

Allahu akbar, subhanallah, maa syaa Allah….

Untaian nasehat yang sangat indah dan penuh hikmah. Nasehat yang singkat namun akan senantiasa dikenang, tidak saja oleh sang suami, namun juga oleh tinta emas sejarah. Sebuah nasehat yang menggambarkan jati diri muslimah, sebagai seorang istri shalihah dan ibu murabbiyah (pendidik).

Nasehat wanita muslimah itu telah berlalu sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Namun gemanya senantiasa terngiang dalam relung hati suaminya yang paling dalam. Begitu dalamnya makna nasehat itu, sehingga mampu membuat sang suami dan siapa pun yang memiliki nurani akan menitikkan air matanya, setiap kali mengingat-ingat nasehatnya.

Tahukah Anda, siapa gerangan sang wanita muslimah itu dan siapa pula suami yang ia jenguk di penjara rezim Nushairiyah Suriah?

Nama wanita muslimah yang hebat itu adalah Banan binti Ali Ath-Thanthawi. Sang ayah, syaikh Ali Ath-Thanthawi tentu tidak asing lagi bagi para aktivis Islam di seluruh penjuru dunia. Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar, juru dakwah, wartawan senior, sastrawan dan dosen di sejumlah perguruan tinggi di Suriah, Mesir dan Timur Tengah.

Syaikh Ali Ath-Thanthawi adalah seorang ulama rabbani yang dikenal luas dengan ketekunanannya dalam berdakwah dan menulis. Jiwa keulamaan bersatu dengan jiwa wartawan dan sastrawan dalam diri beliau. Keindahan bahasa dan sastranya diakui oleh seluruh dunia. Karya-karyanya menjadi buruan para pembaca. Puluhan ribu mahasiswa dan mahasiswi pernah belajar kepadanya. Dan lebih dari itu semua, beliau adalah seorang sosok suami yang shalih dan ayah yang shalih. Istri dan anak-anaknya menjadi tauladan masyarakat muslim di Suriah dan dunia Arab.

Banan binti Ali Ath-Thanthawi adalah salah seorang putrid syaikh Ali Ath-Thanthawi. Ia diasuh dan dididik oleh seorang ayah yang shalih dan ibu yang shalihah. Banan Ath-Thanthawi dilahirkan pada tahun 1941 M di Damaskus, ibukota Suriah. Sebagai seorang ulama rabbani, syaikh Ali Ath-Thanthawi gigih menentang kezaliman dan kekafiran rezim Nushairiyah Suriah. Akibatnya, beliau dan seluruh keluarganya menghabiskan sebagian besar umurnya di luar Suriah, sebagai buronan politik rezim Nushairiyah Hafizh Asad.

Banan binti Ali Ath-Thanthawi menikah dengan syaikh Isham Al-Athar, seorang ulama, juru dakwah, pemikir Islam dan mantan muraqib ‘aam (pengawas umum) kelompok Ikhwanul Muslimin.

Banan binti Ali Ath-Thanthawi gugur sebagai syahid oleh operasi khusus Dinas Intelijen Suriah atas perintah langsung dari sang presiden dan jagal Nushairiyah, Hafizh Asad.

Syaikh Isham Al-Athar dalam sebuah wawancara eksklusif dengan sebuah stasiun TV mengisahkan bagaimana Dinas Intelijen Suriah membunuh istrinya.

“Pada hari itu, pukul 09.30 dari hari Selasa, 17 Mei 1981 M, pintu kamar apartemen terbuka. Mereka menyerbu masuk melalui kamar tetangga. Mereka telah tinggal begitu lama di gedung depan apartemen untuk mengawasinya. Mereka menangkap tetangga kamar apartemen dan mengancamnya agar membiarkan pintu kamar apartemen. Sebab tetangga wanita ini tinggal sendirian, semoga Allah merahmatinya.

Ketika pada hari itu istri saya membuka pintu kamar, maka mereka langsung menembakkan lima peluru ke arahnya. Satu peluru di keningnya, satu peluru di lehernya, dua peluru di dadanya dan sebuah peluru di perutnya.Tentu saja ia tidak mengira akan mendapat serangan itu.”

Syaikh Isham Al-Athar tak kuasa menahan air matanya saat mengisahkan detik-detik pembunuhan yang keji dan pengecut itu.

“Semoga Allah merahmatinya, “kata wartawan TV dengan mata berkaca-kaca.

Seorang ulama rabbani dari Mesir yang dikenal lantang menyuarakan kebenaran dan melawan kebatilan, syaikh Abdul Hamid Kisyk, memberikan komentar tersendiri atas pembunuhan biadab yang dilakukan dinas intelijen Suriah terhadap putri salah seorang kawan karibnya tersebut.

Dalam sebuah khutbah Jum’at di Mesir, ulama Al-Azhar itu dengan lantang menyuarakan:

“Apa yang dilakukan oleh rezim Suriah? Rezim Suriah mengirimkan dinas intelijennya ke Jerman Barat, maka mereka menyerang rumah seorang wanita muslimah yang mulia, yang meramaikan rumahnya dengan ibadah kepada Rabbnya dan shalat kepada-Nya; seorang wanita muslimah Suriah, yang berhijrah menyelamatkan diri dari kebiadaban rezim Hafizh Asad ke Jerman Barat, untuk tinggal bersama suaminya, sang mujahid Isham Al-Athar.

Lalu apa yang dilakukan oleh rezim Asad dan dinas intelijennya yang biadab? Ia mengirimkan dinas intelijennya ke Jerman Barat, maka mereka menyerbu rumah wanita yang mulia ini saat ia tengah membaca dengan tartil kitab suci Rabbnya. Maka mereka pun membunuhnya.

Sebuah tindakan yang tidak layak dengan kemuliaan kaum laki-laki. Sebuah tindakan yang semuanya adalah kekejian dan kerendahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam telah mengajarkan kepada pasukan Islam yang berperang adab-adab yang harus dijaga dalam peperangan.

Beliau bersabda: “Janganlah kalian membunuh anak-anak, janganlah kalian membunuh wanita, janganlah kalian membunuh orang tua renta, dan kalian akan menjumpai orang-orang yang menghabiskan usianya dengan beribadah dalam biara maka janganlah kalian membunuh mereka!”

Jangan membunuh anak kecil, wanita, orang tua renta dan pendeta dalam biara. Namun kita berada di zaman di mana bangsa Arab mengalami kehinaan. Mereka tidak malu membunuhi kaum muslimin. Mereka tidak malu membunuhi orang-orang yang bertauhid.

Hafizh Asad mengirim dinas intelijennya ke Jerman untuk membunuh seorang wanita mulia yang tidak melakukan kejahatan apapun. Mereka membunuhnya, padahal ia tengah membaca dengan tartil kitab suci Rabbnya. Mereka membunuhnya, padahal ia tengah bersimpuh di hadapan Rabbnya.

Ia adalah istri seorang mujahid, istri seorang juru dakwah besar Islam di Jerman. Mereka menyerbu rumahnya. Mereka tidak menaruh belas kasihan kepada kewanitaannya, mereka tidak menghormati kehormatannya dan mereka tidak mengagungkan kitab suci Rabbnya. Mereka membunuhnya. Mereka membunuhnya.”

Sebuah khutbah yang sangat mengharukan dari ulama rabbani yang tak pernah gentar menentang kekafiran dan kezaliman rezim Jamal Abdul Nashir, Anwar Sadat dan Husni Laa Mubarak.

Saat suaminya mengalami kelumpuhan di penjara akibat beratnya siksaan dan buruknya pelayanan kesehatan, Banan Ath-Thanthawi dengan setia membesarkan hati suaminya. Ia memberikan untaian nasehat yang sangat melegakan hati suaminya:

لاَ تَحْزَنْ يَا عِصَامُ وَ لاَ تَأْسَ

يَرْفَعُ اللهُ مَنْ يَبْتَلِيهِ

إِنْ عَجَزْتَ عَنِ السَّيْرِ سِرْتَ بِأَقْدَامِنَا

وَإِنْ عَجَزْتَ عَنِ الْكِتَابَةِ كَتَبْتَ بِأَيْدِينَا

وَاللهُ مَعَكَ اللهُ اللهُ مَعَكَ

وَلَنْ يَتْرُكَكَ وَلَنْ يُضِيعَ مَا أَنْتَ فِيهِ      

“Janganlah engkau sedih, wahai Isham, jangan pula putus asa!

Allah akan mengangkat derajat orang yang diujinya

Jika engkau tak mampu berjalan (dengan kaki-kakimu), engkau bisa berjalan dengan kaki-kaki kami

Jika engkau tak mampu lagi menulis (dengan tanganmu), engkau bisa menulis dengan tangan-tangan kami

Allah senantiasa bersamamu, Allahu senantiasa bersamamu

Allah sekali-kali tidak akan meninggalkanmu dan sekali-kali tidak akan menelantarkan keadaanmu.”

Setelah hijrah ke Jerman Barat, Banan Ath-Thanthawi mendirikan sebuah organisasi dakwah Islam. Ia giat menulis artikel, memberikan ceramah dan mengadakan kegiatan-kegiatan dakwah di Jerman. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa, yang akan mengingatkan generasi umat Islam zaman ini akan keberanian dan perjuangan para mujahidah muslimah generasi shahabat.

Dinas Intelijen Suriah membunuh Banan Ath-Thanthawi di rumahnya di kota Achen, Jerman Barat pada tanggal 17 Maret 1981 M. Jenazahnya dimakamkan pada tanggal 20 Maret 1981 M. Dalam acara pemakaman jenazah sang istri tercinta, syaikh Isham Al-Athar menegaskan walau dilanda kesedihan yang luar biasa, beliau berjanji akan melanjutkan perjuangan dan tidak akan menyerahkan dirinya kepada rezim Nushairiyah Hafizh Asad.

Wawancara khusus syaikh Isham Al-Athar dengan stasiun TV ini sendiri dilakukan pada 20 Mei 2011 M, mengenang 30 tahun gugurnya sang istri, mujahidah dan juru dakwah Islam yang lantang menyuarakan kebenaran.

Kini telah 31 tahun berlalu dari gugurnya sang muslimah mujahidah. Namun semangat, keberanian dan ketulusannya dalam membela kaum muslimin dan melawan kezaliman rezim Nushairiyah Suriah akan senantiasa diwarisi oleh umat Islam Suriah secara khusus dan umat Islam seluruh dunia secara umum. Semoga Allah menerima amalnya dan menempatkannya dalam surga Firdaus yang tertinggi.

 

(muhib almajdi/arrahmah.com)

]]>
190042
Wanita tua itu turun ke medan tempur Jalalabad demi kejayaan Islam https://www.arrahmah.id/wanita-tua-itu-turun-ke-medan-tempur-jalalabad-demi-kejayaan-islam/ Sat, 07 Jul 2012 01:00:29 +0000 http://arrahmah.com/?p=172824

Arrahmah.com – Kisah-kisah para pejuang Islam senantiasa menggetarkan hati-hati kita karena keberanian, keteguhan, dan pengorbanan mereka untuk Allah dalam Jihad Fi sabilillah.

Kisah ini adalah kisahnya nyata tentang seorang Muslimah Arab, seorang ibu, yang kemudian menjadi seorang Mujahidah hebat di Afghanistan demi membela Agama Allah ketika Uni Soviet (Rusia) menjajah tanah Khurasan (Afghanistan).

Kisah ini diceritakan dalam bahasa Arab oleh puteranya (yang juga seorang Mujahid), barangkali banyak orang telah membaca membaca kisah ini, tetapi semangat mengharukan dari kisah Mujahidah ini tetap hidup, semoga kita dapat menjadikannya sebagai tauladan, berikut terjemahan kisahnya:

***

Tinggal di Makkah, rumahku sangat dekat ke Baitullah. Sangat dekat sehingga kami dapat mendengar Adzan amat jelas. Aku terinpirasi oleh Barat dan jatuh menjadi korban propaganda mereka. Layaknya orang-orang Arab lainnya (orang Arab yang terjebak dalam kelalaian -red), aku tetap tuli terhadap tangisan manusia yang tertindas.

Aku mengagumi gaya orang kafir Barat. Setelah menyelesaikan pendidikanku, aku mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan penerbangan dan aku memutuskan untuk tinggal di London. Setelah beberapa waktu, aku kembali untuk menikah. Aku sibuk dalam mempersiapkan pernikahan pada saat temanku memberitahuku bahwa pertempuran antara Islam dan Kufur telah dimulai di Afghanistan dan Soviet telah datang dengan semua kekuatan mereka untuk memadamkan cahaya Allah. Soviet membunuh dan merampok. Pada saat itu telah datang bagi kaum Muslimin untuk bersatu dan memerangi kekuatan kafir ini dan bersiap untuk Jihad fi Sabilillah.

Aku terkejut mendengar kata-katanya. Aku telah buta dengan kemewahan dan pertempuran melawan orang-orang kafir bertentangan dengan pikiranku secara total. Bangsa yang telah menunjukkan kepada kita jalan kemajuan mengapa kita harus memeranginya? Aku mengatakan kepada teman Mujahid ku, mungkin kau telah marah?. Aku kembali ke rumah dan mengatakan berita ini kepada ibuku.

Saat aku menceritakan kepadanya, aku memandang wajahnya. Aku terkejut melihat ia menangis. Aku bertanya kepadanya mengapa ia menangis. Ia mengatakan kepadaku dengan sedih:

 “Demi Allah, bawa aku ke Afghanistan, aku ingin menjadi Syahidah di jalan Allah. Kalimat ibuku itu seperti petir menyambarku.” Aku merasakan kemuakan yang kuat dalam diriku sendiri. Wajah-wajah para ibu yang begitu banyak yang telah menjadi korban penindasan oleh orang-orang kafir karena kelalaianku mulai terbayang-bayang di mataku. Aku dapat melihat tangan-tangan lemah mereka di dekat leherku. “Bawa aku ke Afghanistan” suara ibuku mengjejutkanku kembali. Aku berkata kepada ibuku tercinta “Ibu sayang, kau tidak perlu pergi ke sana, aku siap berkorban atas namamu.”

Ia menjawab dengan tegas, “Aku ingin melibatkan diriku sendiri.”

Aku mendapati diriku tak berdaya di hadapan ketegasannya. Kemudian kami memutuskan bahwa aku yang akan pergi ke sana pertama dan mengatur tempat untuk tinggal dan hal-hal lainnya dan kemudian kembali membawa ibuku. Ibuku sangat setuju.

Setelah sampai Pakistan, aku mengatur sebuah tempat untuk tinggal dan kembali untuk membawa ibuku bersamaku ke Peshawar. Aku menemukannya berada di rumah sakit dan menurut para dokter, ia berada di tahap akhir hidupnya. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku telah datang untuk membawamu untuk Afghanistan. Mendengar ini, arus listrik langsung mengalir di tubuhnya dan semua sakit itu menghilang.

Hari berikutnya, aku terkejut melihat bahwa ibuku yang hebat menjual semua properti dan perhiasannya untuk menginfakkannya kepada Mujahidin. Aku meninggalkan saudara-saudaraku menangis dan pergi bersama ibuku ke Peshawar.

Saat tiba di Peshawar, ia pun semakin resah untuk mencapai front (medan tempur). Ketika aku meminta Amir untuk mengizinkan ibuku untuk berpartisipasi, ia (Amir) memutuskan untuk berbicara sendiri kepada ibuku. Melihat Amir, ibuku menjadi sangat-sangat gembira dan menyerahkan semua uang kepadanya. Amir mengatakan kepada ibuku bahwa itu cukup darinya dan pergi ke front tidak sesuai untuknya. Ia (ibu) tidak berani menentang Amir tetapi ia menjadi amat sedih. Sehingga ia pergi dan aku tetap tinggal dengan niat tetap di front selama sisa hidupku.

Hanya dalam waktu singkat berlalu, aku diberitahu bahwa ibuku sangat sakit dan menangis setiap saat karena kecintaan terhadap kesyahidan dan bahwa ia mencapai Islamabad pada tanggal sekian dan sekian. Aku pergi ke Islamabad. Keadaan emosional ibuku telah menyeretku ke dalam kegelisahan. Ia berkata kepadaku bahwa saat ini ia datang untuk berkorban untuk kejayaan Islam dan tidak ada niat untuk kembali. Aku membawa ibuku itu ke front Jalalabad. Ibuku sangat bahagia sehingga air matanya tidak berhenti. Pada hari itu orang kafir pasti bergetar. Tangan-tangan lemah dari wanita tua ini Nampak begitu kuat.

Kami tiba di front Jalalabad (salah satu kota di Afghanistan -red). Semua Mujahidin muda mulai meneriakkan slogan-slogan antusias karena melihat seorang wanita tua berperang demi kejayaan Islam. Beberapa momen tidak akan pernah dapat dilupakan. Mereka menjadi bagian dari sejarah….

Ibuku baru saja tiba di front ketika musuh-musuh Islam mulai menembakkan mortir-mortir untuk memadamkan cahaya Islam. Mereka yang mengambil bagian dalam Jihad mengetahui bagaimana bahagianya momen seperti itu bagi seorang Mujahid. Jadi, Mujahidin membawa ibuku yang tua untuk melawan yang disebut “Super Power”.

Ia meneriakkan Bissmillah dan Allahu Akbar untuk menempatkan mortir di meriam dengan ucapan Takbir, ia akan menembakkannya kepada musuh. Lima jam ini bagaikan bencana bagi orang-orang kafir. Seperti biasa, pesawat-pesawat Rusia membalas dengan membom daerah itu dengan pesawat-pesawat mereka. Oleh karena itu, semua Mujahidin meninggalkan bunker mereka, tetapi wanita Mujahidah ini tetap berdiri di tengah medan pertempuran. Ia mengangkat tangannya untuk berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’la, “Ya Allah, karuniakan aku kesyahidan.”

Dalam waktu yang salama ia berdiri di sana berdo’a untuk memohon kesyahidan. Kemudian ia berdo’a seperti ini, “Ya Allah, jika engkau tidak menuliskan kesyahidan dalam takdirku maka berikan aku sebuah luka di jalanMu. Aku tidak ingin bertemu dengan-Mu tanpa bekas apapun dari Jihad di hari Kiamat.”

Do’anya dijawab, dan wanita hebat ini mendapatkan hadiah cedera di jalan Allah, ia kembali ke rumahnya dengan sangat bahagia.

***

Diterjemahkan dari versi Inggris yang diterbitkan AMEF, “A Great Lady in the Battle of Jalalabad”

(muslimahzone.com/arrahmah.com)

]]>
172824
Brigade Banat al-Walid resmi dibentuk, sayap Jihad Muslimah Suriah di Homs https://www.arrahmah.id/brigade-banat-al-walid-resmi-dibentuk-sayap-jihad-muslimah-suriah-di-homs/ Sat, 23 Jun 2012 02:28:16 +0000 http://arrahmah.com/?p=171352

HOMS (Arrahmah.com)Allahu Akbar! Muslimah Suriah semakin bersemangat berjihad dengan mengangkat senjata untuk melawan pasukan dan milisi-milisi rezim Bashar Assad, salah satunya adalah Brigade Banat al-Walid yang baru dibentuk. Brigade Banat al-Walid dibentuk oleh sekelompok Muslimah Suriah di kota Homs.

Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di Youtube pada (18/6/2012), seorang Mujahidah wakil Brigade tersebut mengatakan bahwa salah satu alasan pembentukan Banat al-Walid adalah karena banyaknya saudara Muslim yang terbunuh termasuk wanita dan anak-anak.

Selain itu juga karena sejak berlangsungnya pembantaian dan penyerbuan ke rumah-rumah Muslim di Suriah oleh pasukan dan milisi pro-Assad, kebanyakan yang maju ke medan tempur adalah para pemuda Muslim, sementara peran Muslimah pun dibutuhkan di medan Jihad.

Ia juga menyebutkan bahwa pembentukan kelompok Jihad Muslimah ini bukan berarti pertama kalinya para Muslimah Suriah turut berjihad, karena telah banyak para Mujahidah yang telah menyertai Mujahidin As-Syam dalam Jihad Fii Sabiilillah. Brigade Banat al-Walid adalah salah satu kelompok Jihad khusus bagi Muslimah Suriah. (siraaj/arrahmah.com)

]]>
171352
Muslimah Suriah ikut berjihad, menyeru kaum Muslimin untuk jihad Fiisabilillah https://www.arrahmah.id/muslimah-suriah-ikut-berjihad-menyeru-kaum-muslimin-untuk-jihad-fiisabilillah/ Sun, 27 May 2012 16:23:50 +0000 http://arrahmah.com/?p=168083

SURIAH (Arrahmah.com) – Hampir setiap hari, hampir setiap menit, jiwa muslim tak bersalah gugur akibat serangan tak pandang bulu oleh pasukan pendukung rezim Syi’ah Nushairiyah pimpinan Bashar Assad. Tentara Nasional ganas Assad, milisi Syi’ah Shabihah, milisi Hizbullah (baca: Hizbul lata) dan dukungan kekuatan lainnya termasuk dari luar Suriah telah merusak bumi Islam itu dan membunuhi kaum Muslimin yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak tak berdosa.

Oleh karena itu, Muslim Suriah yang merdeka dan yang mampu, berdiri tegak melakukan perlawanan terhadap orang-orang zalim tersebut. Mujahidin dari Suriah telah memulai Jihad untuk melawan orang-orang Musyrikin itu. Tak tertinggal, sejumlah Mujahidin dari negeri tetangga Suriah pun telah berdatangan untuk berjihad Fiisabilillah

Selain itu, kaum Muslimah juga tak ingin tinggal diam, beberapa media Suriah melaporkan bahwa sejumlah Muslimah Suriah telah bergabung dalam Jihad Fiisabillah, berdiri mengangkat senjata melawan kezaliman yang belum berhenti hingga saat ini.

Dalam sebuah video, salah seorang Mujahidah Suriah membaca sebuah sya’ir yang sebagian baitnya berbunyi,

…Saya adalah kehormatan yang dihina oleh seseorang yang keyakinannya membolehkan itu

Saya adalah kehormatan itu, Saya Dara’a, Saya Homs, Saya Damaskus, Saya adalah bentrokan itu

Jika saya meminta bantuan dari para tentangga, suara hantu yang akan menjawab

Saya tidak menangis setiap pagi lagi, tidak ada gunanya untuk itu, karena apa yang hilang sudah tiada

Kapan Dewan kalian sepakat untuk bersatu untuk memberikan kemenangan bagi kami? apakah kasus ini sangat membimbangkan kalian yang membuat kalian melakukan Istikharah?

Air mata kalian hanyalah senjata penghancur bagi kami, berikan senjata kalian, kami ingin senjata!

Apakah awan penindasan terhadap kami, menghampiri kalian? Kapan ini akan menjauh dari kami?

Atas mama para Mu’adzin yang diserang, saya datang, wahai Suriah!

Para Mu’adzin itu menyerukan Hayya ‘Alal Jihad (Marilah berjihad) , Hayya A’lal Falah! (Marilah menuju kemenangan)…

(siraaj/arrahmah.com)

]]>
168083
Penuturan ibunda Mujahid Palestina, rela mengorbankan anak-anaknya untuk Jihad Fisabilillah https://www.arrahmah.id/penuturan-ibunda-mujahid-palestina-rela-mengorbankan-anak-anaknya-untuk-jihad-fisabilillah/ Thu, 19 Apr 2012 16:17:16 +0000 http://arrahmah.com/?p=163547

(Arrahmah.com) – Berikut ini adalah penuturan ibunda Mujahid di Palestina, Ummu Nidal, Ibu dari 3 orang Mujahidin yang telah Syahid (InsyaAllah) dalam beberapa operasi Istisyihadiyah. Dream2 TV menyiarkan wawancara dengan Ummu Nidal ini pada tanggal 21 Desember 2005.

***

Ummu Nidal: Aku melindungi anak-anak ku dari menentang Allah atau dari memilih sebuah jalan yang tidak akan Allah sukai. Ini adalah apa yang aku takutkan, ketika itu datang pada anak-anak ku. Namun sebagaimana pengorbanan Jihad demi Allah atau melakukan kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Hal ini membuatku senang.

Pewawancara: Kewajiban apa ini ?

Ummu Nidal: Kewajiban suci, Jihad FieSabilillah Itu adalah kewajiban suci. Salah satu kewajiban dalam Islam yang mana tidak dapat ditinggalkan. Kita dapat berdosa jika kita meninggalkannya Aku menyiapkan semua anak laki-laki ku untuk jihad FieSabilillah Apakah dengan melancarkan sebuah serangan, maupun dengan bentuk lainnya dari Jihad. Aku menyiapkan diriku untuk ini. Ia yang memilih sebuah jalan yang sulit (Jihad) harus siap menanggung segala konsekuensinya. Beberapa orang mungkin menganggap hal ini sebagai sebuah tragedi. Namun, Wallahi, itu adalah sebuah karunia. Ketika aku mendengar mengenai kesyahidan Muhammad.

Pewawancara: Ceritakan padaku mengenai operasi yang Muhammad lakukan.

Ummu Nidal: Alhamdulillah, operasinya adalah sebuah operasi yang besar dan sukses. Salah Satu dari operasi yang paling sukses pada intifada yang pertama dan kedua.

Pewawancara: Ratusan penonton, duduk dirumah. Mereka khawatir mengenai apa yang mereka dengar bahwa Muhammad pergi untuk meledakkan dirinya diantara warga sipil – perempuan dan anak-anak. Aku yakin bahwa mereka menunggu untuk mempelajari apa yang Muhammad telah lakukan. Apakah ia di atur untuk membunuh anak-anak, perempuan dan warga sipil – atau apa? Dalam sebuah kasus yang serupa, ia mungkin kehilangan simpati mereka.

Ummu Nidal: Maju terus. Muhammad melakukan operasinya di sebuah akademi militer. Mereka semua adalah tentara. Namun pada persoalan perempuan dan anak-anak, tidak seorangpun akan menyalahkan kami. Disana adalah keterpaksaan perang Kami tidak pernah menargetkan perempuan ataupun anak-anak. Namun jika mereka datang dalam sebuah jalan operasi Hal itu dianggap sebuah keterpaksaan dalam perang Ia memotong pagar dengan sepasang pemotong dan masuk dengan senjatanya Kematian menunggunya dimanapun.

Pewawancara: Sehingga ia tidak meledakkan dirinya?

Ummu Nidal: Bukan, ini bukanlah sebuah operasi pemboman. Ia membawa sebuah telepon – sebuah Kalashnikov – dan granat. Ia pergi kedalam. Disana ada beberapa ruangan Ia pergi dari satu ruangan ke ruangan lain dan menembaki mereka.
Ia melanjutkan hal tersebut selama 22 menit, yang mana selama itu ia dalam kontrol total. Hingga ia kehabisan amunisi.
Jika ia memiliki amunisi lebih, tentunya ia akan tetap bertarung. Alhamdulillah, disana terdapat banyak korban sekitar 10 tentara (yang terbunuh). Namun radio israel selalu menyembunyikan kerugian mereka. Operasinya sangat sukses, Alhamdulillah. 10 tentara terbunuh, dan 23 terluka.

Pewawancara: Kerugian musuh penjajah adalah lebih penting bagi anda Dibandingkan dengan kerugian anda – dan aku tidak berpikir hal ini negatif. Namun fokus anda pada hasil operasi, bukan pada hidup anak anda.

Ummu Nidal: Tentu saja saya berharap ia menjadi syuhada. Jika ia kembali…Benar , disana tidak ada yang kembali dari operasi ini. Kesyahidan tidak dapat dihindari dalam operasi ini. Ia memasuki pemukiman (Target operasi) dan disana tidak ada jalan baginya untuk dapat keluar. Kesyahidannya tak terelakkan. Aku menunggu dengan tak sabar untuk mendengar hasil operasi. Aku bahkan tidak berharap bahwa ia akan dapat membunuh lebih dari dua tentara. Ketika seorang pencari kesyahidan memasuki sebuah Target operasi, itu adalah kemenangan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Target operasi tersebut merupakan benteng yang tebal (Bangunan dengan penjagaan ketat -red). Itu adalah hal yang sulit bagi seorang pencari syahid untuk dapat memasukinya. Ketika aku mendengar hasil dari operasi. Benar…Benar, aku sedih mengenai anakku  Ini adalah sesuatu yang tidak dapat di abaikan.

Pewawancara: Apakah anda menangis ?

Ummu Nidal: Saat pertama kali, aku tidak menangis. Aku mengatakan “Allahu Akbar,” dan bersujud syukur.
Sebenarnya adalah aku malu untuk mengatakan : “Allah, tolong aku dalam tragediku ini.” Karena aku menyadari bahwa ini adalah sebuah karunia, bukan sebuah tragedi. Aku menyiapkan berbox-box halva dan coklat-coklat. Dan memberikan semuanya kepada teman-temannya.

Pewawancara: Permisi, Ummu Nidal, namun di barat, pemandangan ini….Itu bukan hanya mereka tidak mengerti ini. Mereka tidak mengerti bagaimana seorang ibu palestina dapat gembira di pemakaman putranya. Dan dapat berkata “Allahu Akbar ” ketika ia mendengar bahwa anaknya syahid. Mereka tidak hanya menganggap hal ini ganjil, namun mereka juga mengecam hal itu. Mereka mengatakan perempuan palestina sungguh-sungguh tidak memiliki perasaan kemanusiaan.
Dalam kata lain, tidak ada ibu di dunia ini, Tidak peduli bagaimanapun maksud mulianya ataupun bagaimana sukses hasilnya, Akan bereaksi dalam jalan semacam itu. Banyak yang telah menulis mengenai anda dan semua ibu-ibu palestina.
Mereka tidak dapat mengerti emosi semacam itu.

Ummu Nidal: Mereka dengan sepenuhnya telah lepas dari Islam dan konsep-konsepnya. Namun kami, Alhamdulillah adalah Muslim yang beriman. Dalam hal itu semua, disana adalah perbedaan yang besar diantara kami dan mereka.
Mereka tidak mengerti apa itu Islam, namun manusia semua adalah sama, Tuhan kita menciptakan satu macam manusia.
Tentu saja, dan sebagai manusia. Aku merasakan emosi yang sangat dalam. Percayalah padaku, ketika itu datang pada anak-anakku. Aku adalah seorang ibu yang sangat merasa kasihan. Namun ini adalah sebuah kewajiban suci (JIHAD).
Yang mana tidak ada emosi apapun yang dapat menggantikan.

Pewawancara: Apakah benar bahwa selama penarikan …

Ummu Nidal: Kita tidak dapat menghentikan pengorbanan hanya karena kita merasa kesakitan. Apakah arti pengorbanan? Sebuah pengorbanan adalah apa yang berharga. Bukan apa yang bernilai kecil.  Anak-anakku adalah hal yang paling berharga dalam hidupku. Itulah mengapa aku mengorbankan mereka untuk sebuah perkara yang lebih besar. Untuk Allah, Yang lebih berharga dari mereka. Anak-anakku tidak lebih berharga dari Tuhan mereka. Ia tidak lebih berharga dari tempat suci Islam. Dan ia tidak lebih berharga dari tanah air nya atau dari Islam.
Tidak sama sekali.

Pewawancara: Beberapa orang mengatakan. Mengapa anda menyiapkan anak anda untuk mati. Ketika anda dapat mempersiapkan mereka untuk hidup ? Aku tidak mengartikan kehidupan dalam arti kesenangan. Namun barangkali mereka dapat melakukan lebih di kehidupan mereka dibandingkan dalam kematian mereka. Ketika semua orang melihat pemuda itu semua Mereka mengatakan (bahwa) mungkin mereka sudah dapat (menjadi) komandan besar militer. Mereka dapat menjadi pemikir hebat. Itu dapat menyebabkan banyak hasil. Dibandingkan alasan dengan melemparkan hidup mereka pada kekalahan total.

Ummu Nidal: Namun ia tidak melemparkan dirinya pada kematian atau pada kekalahan total. Ini bukanlah kematian
Hal itu tidak disebut kematian. Hal Itu disebut kesyahidan.

Pewawancara: Baru-baru ini, banyak operasi yang telah dilancarkan. Dalam restoran dan pusat-pusat perbelanjaan.
Dunia memandang mereka sangat berbeda Dari pada operasi memerangi militer. Ketika seorang pembom mengambil tempat dalam salah satu dari tempat-tempat itu. perkara Palestina adalah kehancuran di seluruh dunia di dalam Palestina sendiri – di Gaza dan di Tepi Barat – orang terbagi atas operasi itu semua.

Ummu Nidal: Semua orang Palestina memberikan pemandangan yang sama Mereka tidak bercabang. Hanya satu yang tidak setuju dan berpikir sebaliknya.  Tentu saja, orang asing. Yang tidak simpati pada kami atau pada perkara kami. Dan yang tidak mengetahui apa-apa mengenai kami. Mereka adalah seorang yang berpikir bahwa manusia ini telah datang untuk membunuh orang yang tak berdosa Ini adalah apa yang mereka pikirkan. Namun kami, sebagai Muslim, berpikir berbeda Kami akrab dengan ayat Al-Qur’an “Barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu.” {Surat Al-Baqarah ayat 194}, Itu semua adalah keterpaksaan perang. Jika tidak, bagaimana kami dapat menang ? itu adalah benar kita dapat melancarkan operasi-operasi memerangi militer dan tentara-tentaranya. Namun (membunuh penduduk sipil yahudi) adalah sebuah keterpaksaan perang Mereka semua memulainya (telebih dahulu) dengan menjajah. Siapa saja (orang asing) yang datang dari luar dan tinggal di tanah Palestina dianggap sebagai seorang penjajah, bahkan jika mereka adalah wanita atau orang tua. Mereka semua adalah penjajah. Disamping itu, jangan lupa bahwa mereka semua melayani ketentaraan. Mereka semua dianggap sebagai tentara (Ansor thoghut). Mereka semua adalah tentara cadangan. Di sisi lain, orang-orang itu semua… Anda tau tanah ini milik orang lain. Sehingga bagaimana anda dapat datang dan tinggal diatasnya? Untuk itu, semua orang israel adalah dianggap sebagai penjajah di tanah kami. Disana tidak ada perbedaan diantara laki-laki dan perempuan….

Pewawancara: Namun Ummu Nidal, disana ada perbedaan, Mereka semua adalah penjajah dan kita harus memerangi mereka dengan artian yang sah “Legitimasi” adalah kata yang saya cari, Semuanya berarti legitimasi selama penjajahan berlangsung. Tidak dapatkah anda membedakan diantara operasi memerangi penduduk sipil dengan memerangi tentara.
Bahkan dari sebuah titik pandang kejiwaan ?

Ummu Nidal: Disana tidak ada perbedaan, ini adalah hukum Islam. Aku tidak menemukan apapun. Aku mengikuti hukum Islam dalam hal ini. Seorang Muslim sangat hati-hati. Tidak membunuh seorang yang tak bersalah. Karena ia tau ia dapat dijatuhkan pada neraka yang abadi. (mendapatkan hukuman neraka atas pembunuhan terhadap orang yang diharamkan darahnya -red). Sehingga persoalannya tidaklah sesederhana itu. Kami menyandarkan diri pada hukum Islam
Ketika kami mengatakan disana tidak ada larangan untuk membunuh semua orang itu (penjajah israel dan ansar-ansarnya re-d).

Pewawancara: Apakah arti kata “Damai” bagi anda?

Ummu Nidal: Kata “damai” tidak lah berarti semacam kedamaian yang kami alami. Kedamaian (versi kuffar,ed ) adalah, dalam faktanya, penyerahan (tanah kaum muslimin) dan sebuah aib memalukan. Kedamaian (seharusnya) berarti pembebasan atas semua palestin. Dari sungai (Jordan) sampai laut (Mediterranian) Ketika ini adalah tercapai. jika mereka ingin perdamaian, kami akan siap. Mereka dapat hidup dibawah bendera negara Islam. Itu adalah masa depan Palestina yang kami sedang bekerja keras kearahnya.

Pewawancara: Beberapa orang mengatakan alasan semacam ini adalah gangguan untuk perdamaian. Karena israel tidak akan setuju untuk membuang…

Ummu Nidal: Biarkan mereka menolak. Kami tidak mengharapkan mereka untuk menerima ini. Orang-orang itu semua adalah penjajah, dan kami ingin membuang mereka dari tanah kami.

Pewawancara: Ummu Nidal, yang duduk disini di hadapan saya. Di golongkan sebagai seorang teroris oleh seluruh dunia.

Ummu Nidal:Bukan hanya seorang terroris, namun juga seorang penghasil terroris. Mereka dapat menggolongkan sebanyak yang mereka suka. Aku bangga dan merasa terhormat untuk menjadi seorang ‘terroris’ karena Allah.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu” {Surat Al-Anfal ayat 60}. Saya senang untuk melaksanakan ayat Al-Qur’an ini pada diri saya. Dan untuk menjadi ‘Terroris’ demi Allah.

Pewawancara: Anda memiliki 10 anak lelaki ?

Ummu Nidal: Ya, Alhamdulillah.

Pewawancara: Jika yang lain terbunuh…

Ummu Nidal: Disana banyak pemuda…

Pewawancara: Akankah hati anda dipenuhi dengan kepedihan yang tak tertahan ?

Ummu Nidal: Tidak , tidak. Alhamdulillah. Aku mempersiapkan diriku sendiri. Aku akan mempersiapkan mereka semua. Jika kewajiban ku membutuhkan ku untuk mengorbankan mereka semua, aku tidak akan menolak. Bahkan jika itu (mengharuskanku mengorbankan -red) seratus anak laki-laki.

Alih Bahasa: AnonymityOneMujaheda

(siraaj/arrahmah.com)

]]>
163547
Sejarah Jihad di Bosnia: Sepenggal kisah perjuangan kaum Muslimah di bawah kekejaman perang salib https://www.arrahmah.id/sejarah-jihad-di-bosnia-sepenggal-kisah-perjuangan-kaum-muslimah-di-bawah-kekejaman-perang-salib/ Thu, 29 Mar 2012 15:07:17 +0000 http://arrahmah.com/?p=161791

(Arrahmah.com) – Perang yang dipaksakan di Serbia (kelanjutan perang Salib –red) telah mengubah wajah Bosnia-Hezergovina. Desa Jornia Toliba, di dekat sungai Sava dihancurluluhkan. Rumah-rumah penduduk berubah menjadi puing-puing hangus. Pohon-pohon yang semula menghijau tinggal tinggak kayu dengan ranting-ranting hitam. Sebuah Masjid tinggal tumpukan bata berserakan. Serbia hanya menyisakan mimbar dan sebilah papan bertuliskan “Muhammad, saw”.

Milisi Serbia yang disebut “Chetnik” mengarahkan moncong-moncong senjata otomatisnya ke pintu-pintu jendela Masjid ketika jama’ahnya sedang shalat. Rentetan tembakan segera menyalak tanpa jeda ditingkahi dentuman granat. Maka Masjid itu pun segera kehilangan bentuk. Setelah itu, para Chetnik itu mengais-ngais reruntuk (reruntuhan) mencari-cari mayat korbannya, lalu menuangkan arak di atas jasad-jasad yang tak lagi utuh itu, dan menorehkan dua garis bersilangan (salib) di tubuh-tubuh mereka.

Pada hari berikutnya, jenazah-jenazah korban pembantaian bengis itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam keranda oleh orang-orang Islam yang selamat. Seorang perempuan berdiri di samping keranda-keranda itu sambil menangis. Semua anggota keluarganya ada di dalam keranda-keranda itu. Semuanya lenyap dalam satu hari. Ia sendiri selamat, karena pada saat kejadian berlangsung, ia sedang berada di desa lain.

Bagaiamanakah Chetnik-chetnik Serbia itu dapat mengenali orang-orang Islam, padahal mereka berpakaian sama dengan etnik Serbia? Mudah saja. Milisi Serbia itu menelanjangi orang-orang yang dicurigainya. Bila ternyata orang itu berkhitan maka dia Muslim. Cara seperti ini mereka lakukan di Bilina. Orang-orang yang didapati berkhitan mereka bunuh. Mereka menorehkan dua garis bersilangan (salib) dengan pisau di tubuh-tubuh orang Islam. 

Di sebuah Masjid di Bilina, milisi mereka memilih dua orang jama’ah Masjid itu dan menyiksanya. Setelah itu, mereka menghamburkan pelurunya ke arah jama’ah yang lainnya. Pada hari itu, 40.000 penduduk Bilina segera mengungsi.

Di setiap daerah yang berhasil dikuasai Serbia, didirikan kamp-kamp tawanan wanita-wanita muda Muslimah. Kehormatan wanita Muslimah telah dihalalkan dalam situasi perang seperti itu.

oOo

Menyaksikan pembantaian Ayah, ibu dan adik laki-lakinya di hadapan matanya

Madihah Hiyanutis, seorang Muslimah Bosnia berusia 24 tahun, mempunyai dua saudara. Saudara perempuan berusia 22 tahun, sedangkan yang laki-laki berusia 15 tahun. Madihah sudah dipinang anak pamannya yang bernama Adib. Apakah yang terjadi pada gadis yang tengah menunggu hari perkawinannya ini?

Saat itu keluarganya sudah menutup pintu rumahnya, karena ayahnya, seorang imam Masjid, menyuruhnya demikian. Ayah Madihah mengingatkan bahwa kelompok Chetnik mulai mengarahkan sasarannya ke daerah-daerah yang merupakan basis Islam dan membunuh setiap laki-laki serta menawan para wanita.

Madihah sedang berada di rumah tetangganya, ketika ia tiba-tiba mendengar suara tembakan disusul jeritan dari arah rumahnya. Tetangganya melarang Madihah untuk keluar rumah agar tidak menjadi korban. Milisi Serbia memiliki daftar nama para Imam, ulama, dan pengajar sekolah-sekolah agama. Maka alamat orangtua Madihah pun didatangi. Ketika mereka menemukan rumah Madihah,para Chetnik itu langsung menembaki pintu rumahnya.  Mereka memperlakukan ayah Madihah dengan hina dan keji tanpa memperdulikan jeritan ibu dan saudara-saudara Madihah. Pada saat itu, Adib datang menghampiri rumah Madihah. Milisi Serbia pun menangkapnya, dan mengikatnya bersama-sama ayah, ibu dan saudara laki-laki Madihah. Setelah mereka menyeret saudara perempuan Madihah keluar agar dapat menyaksikan nasib yang menimpa orangtuanya.

Chetnik-chetnik itu menuangkan arak ke tubuh imam Masjid itu, kemudian menorehkan dua garis bersilangan (salib) di keningnya, dan akhirnya membantainya. Tindakan keji yang sama juga mereka lakukan kepada Adib, saudara laki-laki Madihah, dan terakhir ibunya. Semua ini dilakukan di hadapan tatapan mata saudara perempuannya. Pembantaian itu tidak sempat berlajut, karena pejuang Muslim segera datang menyerbu, sehingga para Chetnik itu melarikan diri.

Kemalangan-kemalangan seperti yang dialami keluarga Madihah juga dialami oleh ribuan keluarga Muslim lainnya, hanya saja kisahnya berbeda-beda. Nuha Kamaluddin, seorang mahasiswa perguruan tinggi di Sarajevo menyaksikan penyekapan para wanita muda di Sarajevo dan teror di seluruh sudut kota. Di ibukota Bosnia yang porak poranda itu, Parta Nasional Serbia membagi-bagikan brosur yang berbunyi, “Kembalilah ke pangkuan Tuhan agar tidak terjadi perkara suci”. Yang dimaksud “perkara suci” itu adalah pembantaian.

Nuha Kamaluddin lari dari Sarajevo bersama ibunya dengan meninggalkan ayah dan saudara laki-lakinya di kota yang tengah membara. Nuha berangkat tengah malam bersama rombongan pengungsi. Rombongan ini menempuh jarak yang sangat jauh melewati dataran-dataran tinggi, dengan punggung sarat dengan tas dan kantong-kantong dan dengan diliputi kekhawatiran terhadap penyergapan tiba-tiba dari milisi Serbia. Sebuah perjalanan panjang, dengan deraan rasa lapar dan letih, menuju suatu harapan yang samar-samar, tentu bukanlah perjalanan yang ringan bagi rombongan yang terdiri dari orang-orang tua, para wanita yang diantaranya sedang hamil dan anak-anak ini.

Beberapa jam setelah mereka meninggalkan Sarajevo, seorang wanita yang sedang hamil mengalami pendarahan karena kelelahan yang tak tertanggungkan. Ia segera dibantu oleh rekan-rekannya sesama wanita, sementara dua orang anaknya yang berusia 5 dan 3 tahun menambah kepanikan dengan tangis mereka. Beberapa jam kemudian, wanita itu melahirkan, dan meskipun ia masih dalam keadaan teramat lemah dan letih, ia harus segera melanjutkan perjalanan bersama rombongan, sebab menunda perjalanan lebih lama merupakan resiko besar untuk seluruh rombongan. Namun, baru beberapa kilometer setelah melanjutkan perjalanan, ia tak sanggup lagi melangkahkan kaki. Ia meninggal dan dikuburkan di tengah perjalanan. Bayi yang baru dilahirkannya dan baru beberapa saat saja merasakan kehangatan pelukan ibunya di tengah udara dingin pegunungan yang menggigit itu, menangis tak henti. Salah seorang wanita berusaha untuk menyusuinya, namun bayi mungil yang dalam kondisi sangat lemah itu menolak. Akibatnya, beberapa jam kemudian bayi itu menyusul ibunya. Tinggallah dua orang anak almarhumah yang meratap dalam ketidakmengertiannya.

Akhirnya, dengan sisa-sisa tenaga yang ada, rombongan pengungsi tiba di kota Dirfanta yang dikuasai pejuang Muslim. Namun, rombongan yang telah melakukan perjalanan jauh dalam dingin, lapar dan letih ini disambut dengan dentuman bom Serbia. Banyak anggota rombongan yang meninggal, diantaranya adalah salah satu dari dua anak yang baru ditinggal mati ibunya itu. 

Sisa rombongan yang masih sanggup melangkah, beringsut meninggalkan Dirfanta. Anak yang tinggal sebatang kara, ditinggal mati ibu dan dua orang saudaranya itu terselamatkan, meski dengan lengan luka, Ia kemudian di rawat di rumah sakit Salafushi Barud. Bukan hanya lengannya yang luka itu, tetapi ia telah hilang ingatan. Kalaupun ia sembuh nanti, entah kemana ia akan melangkahkan kaki.

Beberapa organisasi misionaris bersedia membantu dan mendidik anak-anak Bosnia yang terlantar, tetapi kemanakah saudara-saudara seiman? Mengapakah dunia Islam bungkam? mengapa pertolongan-pertolongan, bantuan dana dan makanan hanya datang dari organisasi-organisasi Islam yang bersifat swasta? mengapa tidak ada yang turun ke rumah-rumah sakit untuk menolong anak-anak Bosnia dari luka-luka yang di deritanya dan menolong untuk menyelamatkan aqidahnya?

Banyak pertanyaan yang membingungkan. Jika bantuan nyata tak dapat segera diberikan, do’a harus senantiasa dipanjatkan ke langit untuk saudara-saudara kita yang sedang melancarkan jihad itu, dalam sujud, pada waktu pagi dan petang, dan pada setiap waktu. Mereka sekarang sedang menyusun barisan dan senantiasa siap menghadapi Serbia.

Para dokter menjadikan beberapa rumah yang tak lagi utuh sebagai rumah-rumah sakit. Saudari-saudari kita Muslimah bertindak sebagai perawat-perawat, baik di rumah-rumah sakit, ataupun di medan-medan tempur. Syi’ar mereka adalah tekad untuk mendapatkan satu diantara dua kebaikan, MENANG atau MATI SYAHID.

oOo

Disalin dari: Buku “Jihad di Bosnia” oleh Muhammad Abdul Mun’im, terbitan Yayasan Al-Mukmin JAKTIM, tahun 1992

(siraaj/arrahmah.com)

]]>
161791
Kisah wanita mulia, ibu dari seorang pahlawan belia (selesai) https://www.arrahmah.id/kisah-wanita-mulia-ibu-dari-seorang-pahlawan-belia-selesai/ Mon, 20 Feb 2012 13:15:07 +0000 http://arrahmah.com/?p=157645

(Arrahmah.com) – Abu Qudamah melanjutkan, “Usai mendengar cerita indah dari si bocah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”

Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan.

Setibanya di pos perbatasan kami menurunkan semua muatan dan bermalam di sana. Keesokan harinya setelah menunaikan shalat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh.

Sang komandan bangkit untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan surat Al-Anfal. Ia mengingatkan kami akan besarnya pahala jihad fi sabilillah dan mati syahid, sembari terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.”

Abu Qudamah mengisahkan, “Tatkala kuperhatikan orang-orang di sekitarku, kudapati masing-masing dari mereka mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya. Adapun si bocah, ia tak punya ayah yang memanggilnya, atau paman yang mengajaknya, dan tidak pula saudara yang mendampinginya.

Aku pun terus mengikuti dan memperhatikan gerak-geraknya, lalu tampaklah olehku bahwa ia berada di barisan terdepan. Maka segeralah kukejar dia, kusibak barisan demi barisan hingga sampai kepadanya, kemudian aku berkata,

“Wahai anakku, adakah engkau memiliki pengalaman berperang..?”

“Tidak.. tidak pernah. Ini justru pertempuranku yang pertama kali melawan orang kafir,” jawab si bocah.

“Wahai anakku, sesungguhnya perkara ini tak segampang yang kau bayangkan, ini adalah peperangan. Sebuah pertumpahan darah di tengah gerincingnya pedang, ringkikan kuda, dan hujan panah.

Wahai anakku, sebaiknya engkau ambil posisi di belakang saja. Jika kita menang kaupun ikut menang, namun jika kita kalah kau tak jadi korban pertama,” pintaku kepadanya.

“Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu,” jawabku.

“Paman.. apa engkau menginginkanku jadi penghuni neraka?” tanyanya.

“A’udzubillah!! Sungguh, bukan begitu.. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini kecuali karena lari dari neraka dan memburu surga,” jawabku.

Lalu kata si bocah, “Sesungguhnya Allah berfirman,

Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya itu.” (QS. Al-Anfal: 15-16)

“Adakah Paman menginginkan aku berpaling membelakangi mereka sehingga tempat kembaliku adalah neraka?” tanya si bocah.

Aku pun heran dengan kegigihannya dan sikapnya yang memegang teguh ayat tersebut. Kemudian aku berusaha menjelaskan, “Wahai anakku, ayat itu maksudnya bukan seperti yang kau katakan.” Namun tetap saja ia bersikeras tak mau pindah ke belakang. Aku pun menarik tangannya secara paksa, membawa ke akhir barisan. Namun ia justru menarik lengannya kembali seakan ingin melepaskan diri dari genggamanku. Lalu perang pun dimulai dan aku terhalang oleh pasukan berkuda darinya.

Dalam kancah pertempuran itu terdengarlah derap kaki kuda, diirngi gemerincing pedang dan hujan panah, lalu mulailah kepala-kepala berjatuhan satu-persatu. Bau anyir darah tercium di mana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh-tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang di atas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak, seakan-akan ada tungku tanur yang menyala di atas kami.

Perang pun kian memuncak, kedua pasukan bertempur habis-habisan hingga matahari tergelincir dan masuk waktu zhuhur. Ketika itulah Allah berkenan menganugerahkan kemenangan bagi kaum muslimin, dan pasukan Salib lari tunggang-langgang.

Setelah mereka terpukul mundur, aku berkumpul bersama beberapa orang sahabatku untuk menunaikan shalat zuhur. Selepas shalat, mulailah masing-masing dari kita mencari sanak keluarganya di antara para korban.

Sedangkan si bocah,, maka tak seorang pun yang mencarinya atau menanyakan kabarnya. Maka kukatakan dalam hati, “Aku harus mencarinya dan menyelidiki keadaannya, barangkali ia terbunuh, terluka, atau jatuh dalam tawanan musuh?”

Aku pun mulai mencarinya di tengah para korban, aku menoleh ke kanan dan ke kiri kalau-kalau ia terlihat olehku. Di saat itulah aku mendengar ada suara lirih di belakangku yang mengatakan, “Saudara-saudara.. tolong panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari.. panggilkan Abu Qudamah kemari.”

Aku menoleh ke arah suara tadi, ternyata tubuh itu ialah tubuh si bocah dan ternyata puluhan tombak telah menusuk tubuhnya. Ia babak belur terinjak pasukan berkuda. Dari mulutnya keluar darah segar. Dagingnya tercabik-cabik dan tulangnya remuk total.

Ia tergeletak seorang diri di tengah padang pasir. Maka aku segera bersimpuh di hadapannya dan berteriak sekuat tenagaku,

“Akulah Abu Qudamah..!! aku ada di sampingmu..!!”

“Segala puji bagi Allah yang masih menghidupkanku hingga aku dapat berwasiat kepadamu.. maka dengarlah baik-baik wasiatku ini..!” kata si bocah.

Abu Qudamah mengatakan, sungguh demi Allah, tak kuasa menahan tangisku. Aku teringat akan segala kebaikannya, sekaligus sedih akan ibunya yang tinggal di Raqqah. Tahun lalu ia dikejutkan dengan kematian suami dan saudara-saudaranya, lalu sekarang dikejutkan dengan kematian anaknya.

Aku menyingsingkan sebagian kainku lalu mengusap darah yang menutup wajah polos itu. Ketika ia merasakan sentuhanku ia berkata, “Paman.. usaplah darah dengan pakaianku, dan jangan kau usap dengan pakaianmu.”

Demi Allah, aku tak kuasa menahan tangisku dan tak tahu harus berbuat apa. Sesaat kemudian, bocah itu berkata dengan suara lirih, “Paman.. berjanjilah bahwa sepeninggalku nanti kau akan kembali ke Raqqah, dan memberi kabar gembira bagi ibuku bahwa Allah telah menerima hadiahnya, dan bahwa anaknya telah gugur di jalan Allah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Sampaikan pula padanya jikalau Allah menakdirkanku sebagai syuhada, akan kusampaikan salamnya untuk ayah dan paman-pamanku di surga.

Paman.. aku khawatir kalau nanti ibu tak mempercayai ucapanku. Maka ambillah pakaianku yang berlumuran darah ini, karena bila ibu melihatnya ia akan yakin bahwa aku telah terbunuh, dan insya Allah kami bertemu kembali di surga.

Paman.. setibanya engkau di rumahku, akan kau dapati seorang gadis kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah saudariku.. tak pernah aku masuk rumah kecuali ia sambut dengan keceriaan, dan tak pernah aku pergi kecuali diiringi isak tangis dan kesedihannya. Ia sedemikian kaget ketika mendengar kematian ayah tahun lalu, dan sekarang ia akan kaget mendengar kematianku.

Ketika melihatku mengenakan pakaian safar ia berkata dengan berat hati, “Kak.. jangan kau tinggalkan kami lama-lama.. segeralah pulang..!!”

Paman.. jika engkau bertemu dengannya maka hiburlah hatinya dengan kata-kata yang manis. Katakan kepadanya bahwa kakakmu mengatakan, “Allah-lah yang akan menggantikanku mengurusmu.”

Abu Qudamah melanjutkan, “Kemudian bocah itu berusaha menguatkan dirinya, namun napas mulai sesak dan bicaranya tak jelas. Ia berusaha kedua kalinya untuk menguatkan dirinya dan berkata,

“Paman.. demi Allah, mimpi itu benar.. mimpi itu sekarang menjadi kenyataan. Demi Allah, saat ini aku benar-benar sedang melihat al-mardhiyyah dan mencium bau wanginya.”

Lalu bocah itu mulai sekarat, dahinya berkeringat, napasnya tersengal-sengal dan kemudian wafat di pangkuanku.”

Abu Qudamah berkata, “Maka kulepaslah pakaiannya yang berlumuran darah, lalu kuletakkan dalam sebuah kantong, kemudian kukebumikan dia. Usai mengebumikannya, keinginan terbsesar ku ialah segera kembali ke Raqqah dan menyampaikan pesannya kepada ibunya.

Maka aku pun kembali ke Raqqah. Aku tak tahu siapa nama ibunya dan di mana rumah mereka.

Takkala aku menyusuri jalan-jalan di Raqqah, tampak olehku sebuah rumah. Di depan rumah itu ada gadis kecil berumur sembilan tahun yang berdiri menunggu kedatangan seseorang. Ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu di depannya. Tiap kali melihat orang yang baru datang dari bepergian ia bertanya,

“Paman.. Anda datang dari mana?”

“Aku datang dari jihad,” kata lelaki itu.

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu..?” tanyanya.

“Aku tak kenal, siapa kakakmu..?” kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua, dan tanyanya.

“Akhi, Anda datang dari mana?”

“Aku datang dari jihad,” jawabnya.

“Kakakku ada bersamamu?” tanya gadis itu.

“Aku tak kenal siapa kakakmu,” jawabnya sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang ketiga, keempat, dan demikian seterusnya. Lalu setelah putus asa menanyakan saudaranya, gadis itu menangis sambil tertunduk dan berkata,

“Mengapa mereka semua kembali tapi kakakku tak kunjung kembali?”

Melihat ia seperti itu, aku pun datang menghampirinya. Ketika ia melihat bekas-bekas safar padaku dan kantong yang kubawa, ia bertanya,

“Paman.. Anda datang dari mana?

“Aku datang dari jihad,” jawabku.

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu?” tanyanya.

“Dimanakah ibumu?” tanyaku.

“Ibu ada di dalam rumah,” jawabnya.

“Sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku,” perintahku kepadanya.

Ketika perempuan tua itu keluar, ia menemuiku dengan wajah tertutup gaunnya. Ketika aku mendengar suaranya dan ia mendengar suaraku, ia bertanya,

“Hai Abu Qudamah, engkau datang hendak berbela sungkawa atau memberi kabar gembira?”

Maka tanyaku, “Semoga Allah merahmatimu. Jelaskanlah kepadaku apa yang kau maksud dengan bela sungkawa dan kabar gembira itu?”

“Jika kau hendak mengatakan bahwa anakku telah gugur di jalan Allah, dalam keadaan maju dan pantang mundur berarti engkau datang membawa kabar gembira untukku, karena Allah telah menerima hadiahku yang telah kusiapkan untuk-Nya sejak tujuh belas tahun silam.

Namun jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku kembali dengan selamat dan membawaghanimah, berarti engkau datang untuk berbela sungkawa kepadaku, karena Allah belum berkenan menerima hadiah yang kupersembahkan untuk-Nya,” jelas si perempuan tua.

Maka kataku, “Kalau begitu aku datang membawa kabar gembira untukmu. Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebagian darahnya hingga ia ridha.”

“Tidak, kurasa engkau tidak berkata jujur,” kata ibu sembari melirik kepada kantong yang kubawa, sedang puterinya menatapku dengan seksama.

Maka kukeluarkanlah isi kantong tersebut, kutunjukkan kepadanya pakaian puteranya yang berlumuran darah.

Nampak serpihan wajah anaknya berjatuhan dari kain itu, diikuti tetesan darah yang tercampur beberapa helai rambutnya.

“Bukankah ini adalah pakaiannya.. dan ini surbannya.. lalu ini gamisnya yang kau kenakan pada anakmu sewaktu berangkat berjihad..?” kataku.

“Allahu Akbar..!!” teriak si ibu kegirangan.

Adapun gadis kecil tadi, ia justru berteriak histeris lalu jatuh terkulai tak sadarkan diri. Tak lama kemudian ia mulai merintih, “Aakh..! aakh..!”

Sang ibu merasa cemas, ia bergegas masuk ke dalam mengambil air untuk puterinya, sedang aku duduk di samping kepalanya, mengguyurkan air kepadanya,

Demi Allah, ia tak sedang merintih.. ia tak sedang memanggil-manggil kakaknya. Akan tetapi ia sedang sekarat!! Napasnya semakin berat.. dadanya kembang kempis.. lalu perlahan rintihannya terhenti. Ya, gadis itu telah tiada.

Setelah puterinya tiada, ia mendekapnya lalu membawanya ke dalam rumah dan menutup pintu di hadapanku. Namun sayup-sayup terdengar suara dari dalam,

“Ya Allah, aku telah merelakan kepergian suamiku, saudaraku, dan anakku di jalan-Mu. Ya Allah, kuharap Engkau meridhaiku dan mengumpulkanku bersama mereka di Surga-Mu.”

Abu Qudamah berkata, “Maka kuketuk pintu rumahnya dengan harapan ia membukakan. Aku ingin memberinya sejumlah uang, atau menceritakan kepada orang-orang tentang kesabarannya hingga kisahnya menjadi teladan. Akan tetapi sungguh, ia tak membukakanku maupun menjawab seruanku.

“Sungguh demi Allah, tak pernah kualami kejadian yang lebih menakjubkan dari ini,” kata Abu Qudamah mengakhiri kisahnya.

Lihatlah, bagaimana si ibu mengorbankan segala yang ia miliki demi menggapai kebahagiaan ukhrawi. Ia perintahkan anaknya untuk berjihad fi sabilillah demi keridhaan Ilahi. Maka bagaimanakah nasib para pemalas seperti kita. Apa yang telah kita korbankan demi keridhaan-Nya?

Sumber: Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, Wafa Press, Cetakann Pertama Ramadhan 1427 H / Oktober 2006

Ilustrasi foto oleh: gurbet ruzgari

(muslimahzone.com/arrahmah.com)

]]>
157645
Kisah wanita mulia, ibu dari seorang pahlawan belia (1) https://www.arrahmah.id/kisah-wanita-mulia-ibu-dari-seorang-pahlawan-belia-1/ Sat, 18 Feb 2012 04:00:49 +0000 http://arrahmah.com/?p=157352

(Arrahmah.com) – Dalam Shifatus Shofwah oleh Ibnul Jauzi dan Masyaraqiul Asywaq oleh Ibnu Nahhas dikisahkan seorang salih yang bernama Abu Qudamah Asy-Syami.

Abu Qudamah adalah seorang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tak pernah ia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu ambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin.

Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang yang menghampirinya seraya berakta, “Hai Abu Qudamah, Anda adalah orang yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad.”

“Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian,” kata Abu Qudamah.

“Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum Salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqh (sebuah kota di Irak, dekat sungai Eufrat). Di sana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Di samping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfak fi sabilillah.

Menjelang malam harinya, ada orang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.

“Apa yang Anda inginkan?” tanyaku.

“Andakah yang bernama Abu Qudamah?” katanya balik bertanya.

“Benar,” jawabku.

“Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?” tanyanya kembali.

“Ya, benar,” jawabku.

Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.

Pada kertas itu tertulis, “Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kuncir kesayanganku agar Anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya.”

“Demi Allah, aku kagum atas semangat dan kegigihan wanita itu untuk ikut berjihad, demikian pula dengan kerinduannya untuk mendapat ampunan Allah dan Surga-Nya,” kata Abu Qudamah.

Keesokan harinya, aku bersama sahabatlu beranjak meninggalkan Raqh. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,

“Hai Abu Qudamah.. Abu Qudamah.. tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu,” teriak orang itu.

“Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencari tahu tentang orang ini,” perintahku pada para sahabatku.

Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan,

“Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak keikutsertaanku.”

“Apa yang kau inginkan?” tanyaku.

“Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir,” jawabnya.

“Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad, terpaksa kutolak.” Kataku.

Ketika ia menyingkap wajahnya, tampak olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.

“Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?” tanyaku.

“Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang-orang yang membunuh ayahku,” jawabnya.

“Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?” tanyanku lagi.

“Ya,” jawabnya.

“Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada di bawah telapak kakinya,” pintaku kepadanya.

“Kau tak kenal ibuku?” tanyanya.

“Tidak,” jawabku.

“Ibuku ialah pemilik titipan itu,” katanya.

“Titipan yang mana,” tanyaku.

“Dialah yang menitipkan tali kuda itu,” jawabnya.

“Tali kuda yang mana?” tanyaku keheranan.

Subhanallah..!! alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?”

“Ya, aku ingat,” jawabku.

“Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi,” katanya.

“Ibuku berkata, ‘Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah. mintalah kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah dan paman-pamanmu di surga. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka mintalah syafaat bagiku.”

Kemudian ibu memelukku, lalu menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Ya Allah.. ya Ilahi.. inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya’.”

“Aku benar-benar takjub dengan anak ini,” kata Abu Qudamah, lalu anak itupun segera menyela,

“Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk berjihad bersamamu. Insya Allah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku telah hafal Alquran. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia.” kata anak itu memelas.

Setelah itu mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya, maka kusertakanlah ia bersamaku.

Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tercepat, ketika kami singgah untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisannya tak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali.

Kemudian, kami pun singgah di suatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkannya. Tentu saja kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang tadi.

Akan tetapi bocah itu bersikeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami. Lama kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, “Menjauhlah sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami.”

Maka bocah itu pun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.

“Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. Ia sudah terlalu lama memasak. Ada apa dengannya?” pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapati bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di atasnya. Tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan kepalanya pada sebuah batu.

Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa.

Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai meramu masakannya, dan sembari menyiapkan masakan, sesekali aku melirik bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu perlahan senyumnya makin melebar dan mulailah ia tertawa kegirangan.

Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.

Ketika melihatku menyiapkan masakan sendiran, ia nampak gugup dan buru-buru mengatakan,

“Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi kalian.”

“Ah tidak, kamu tidak terlambat kok,” jawabku.

“Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku adalah pelayan kalian selama jihad,” kata bocah itu.

“Tidak,” sahutku, “Demi Allah, kau tak kuzinkan menyiapkan apa-apa bagi kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? Keadaanmu sungguh mengherankan,” lanjutku.

“Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur,” kata si bocah.

“Mimpi apa yang kau lihat?” tanyaku.

“Sudahlah, tak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah,” sahut bocah itu.

“Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya,” kataku.

“Paman, dalam mimpi tadi aku melihat seakan aku berada di surga, kudapati surga itu dalam segala keindahan dan keanggunannya, sebagaimana yang Allah ceritakan dalam Alquran.

Sembari aku jalan-jalan di dalamnya dengan terkagum-kagum, tiba-tiba tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, dan terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.

Di teras itu ada tirai-tirai yang terjuntai, lalu perlahan tirai itu tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan.”

Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikan yang luar biasa, gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang ada di sampingnya seraya mengatakan, “Inilah (calon) suami al-mardhiyyah.. ya, dialah calon suaminya.. benar, dialah orangnya!”

Aku tak paham siapa itu al-mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, “Kamukah al-mardhiyyah..?

“Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang al-mardhiyyah…” katanya. “Anda ingin bertemu dengan al-mardhiyyah..?” tanya gadis itu.

“Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu,” serunya.

Tiba-tiba kulihat di atasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan.

Dan di atasnya.. seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikkannya..!!!

Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, “Selama datang, hai wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku.”

Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya.. namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,

“Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaAllah besok kita bertemu selepas ashar.”

Aku pun tersenyum dan senang mendengarnya.”

Abu Qudamah melanjutkan, “Usai mendengar cerita indah dari si bocah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”

Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan.

Bersambung insya Allah…

***

Sumber: Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, Wafa Press, Cetakan Pertama Ramadhan 1427 H / Oktober 2006

Ilustrasi foto oleh: gurbet ruzgari

(muslimahzone.com/arrahmah.com)

 

]]>
157352
Dariku Untukmu Ukhti Mukminah : Nasehat Ummu Muhammad, Istri As Syahid (Insya Allah) DR. Abdullah Azzam Buat Muslimah Mujahidah https://www.arrahmah.id/dariku-untukmu-ukhti-mukminah-nasehat-ummu-muhammad-istri-as-syahid-insya-allah-dr-abdullah-azzam-buat-muslimah-mujahidah/ Sat, 08 Oct 2011 02:28:12 +0000 http://arrahmah.com/?p=44584

Hadiah dari Isteri Seorang Mujahid, Nasehat Ummu Muhammad, (Samirah Awatiilah) Istri As Syahid (Insya Alloh) DR. Abdullah Azzam buat kaum Muslimah Mujahidiah di seluruh dunia. Semoga bermanfaat dan memacu semangat kaum Muslimah Mujahidah untuk berjuang dengan lebih Istiqomah dan sabar, semoga bermanfaat..
Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Rasul yang mulia, keluarga dan sahabat-sahabatnya semua.

Saudari-saudariku tercinta,

Sesungguhnya, umur itu sangatlah pendek dan kehidupan ini hanyalah hembusan-hembusan nafas yang akan dihitung dan dihisab. Maka, apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi hari berpisahnya orang-orang yang saling berkasih sayang dan saling bersahabat?

Hari berpisahnya kita dari dunia yang fana ini, menuju yaumil hisab –hari perhitungan- dan alam kekal. Hari yang menjadikan harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali bagi mereka yang menghadap Alloh dengan qalbun salim (hati yang sehat).

Apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke liang lahat, yang pernah disabdakan Rosulullah pada hari kebumikannya sahabat mulia yang bernama Sa’ad bin Mu’adz Ra:

“Seandainya ada orang yang selamat dari himpitan kubur, tentulah Sa’ad bin Mu’adz orangnya.” (Shahih Al-Jam’iush-Shagir, hadist no. 5306)

Saya berharap kepada Allah Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang dibenarkan dalam sabda Rosulullah :

“Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (Shahih Muslim, hadist no. 1469)

Wahai ukhti mukminah, keshalihanmu terletak pada kebaikan dienmu, benarnya aqidahmu dan baiknya tarbiyah yang engkau berikan kepada anak-anakmu. Mereka adalah amanat di lehermu dan calon pemuda di masa depan, pembela dienul Islam dan sebagai kayu bakar yang akan terus menyala, menjadi api penerang bagi keabadian dakwah ini di masa mendatang.

Wahai saudari-saudari tercinta, wahai cucu-cucu Khonsa’,

Wahai saudari-saudari Sumayyah dan Khaulah binti Al-Azur.

Wahai kaum muslimah yang ridho kepada Alloh sebagai Rabbnya, Islam sebagai diennya, Muhammad sebagai rasulnya serta Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya,

Wahai kaum muslimah yang menginginkan bendera “Laa Ilaaha Illallaah” berkibar setinggi-tingginya, dan menginginkan hidup diatas bumi yang penuh keadilan dan ketentraman,

Wahai kaum muslimah yang ingin hidup bahagia lagi mulia dengan meniti jejak Rasul dan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman dalam hidupnya.

Wahai isteri-isteri kaum muslimin di penjuru bumi Timur dan Barat, doronglah suami-suami kalian untuk berjihad fi sabilillaah. Karena sesungguhnya, suami kalian tidak akan menjadi suami yang kalian idam-idamkan, kecuali ketika ia menjadi laki-laki kuat yang memanggul senjata dan membela dien, aqidah, tanah air dan harga diri mereka, serta mampu meneror musuh-musuh mereka dengan mempersembahkan syahid demi Islam.

Kemuliaan, ketinggian dan keluhuran hanya bisa diperoleh dalam naungan pedang di tangan manusia-manusia kuat yang mampu menggentarkan musuh-musuh mereka. Namun, itu semua tidak akan terwujud kecuali jika tiap orang dari kita mau mendorong suami, anak, saudara dan bapaknya ke medan perang, pertempuran dan kancah kemuliaan.

Itu semua juga tidak akan terwujud kecuali dengan kesabaran wanita atas kepergian suaminya, saudara dan bapaknya, serta dengan mengganti peran mereka dalam mengurus diri sendiri, anak-anak dan rumah tangganya untuk menjadi baik.

Para wanita yang berperan di belakang mereka bak batu karang nan kokoh yang menopang dan menjadi tempat mereka bersandar. Menjadi penolong mereka dengan kesabaran dan pengorbanan, di samping menyiapkan segala perlengkapan yang pantas untuk diberikan bagi kaum laki-laki demi terwujudnya cita-cita ini.

Kemudian, jauhilah dunia dan pandanglah ia dengan penuh hina. Jangan pula kalian membebani suami dengan hal-hal yang ia tidak sanggup menghadirkannya. Jadikan dirimu rela dengan yang sedikit dari pemberian Alloh yang dimudahkan untuknya.

Janganlah menyibukkan suami dengan tuntutan duniawi untuk kepentingan dirinya, yang seandainya diikuti dan menuruti syahwatnya, niscaya hanya akan membawa dirinya kepada kehancuran. Dia pun akan terus berupaya dan bersungguh-sungguh menghabiskan waktunya, untuk meraup dunia yang tidak akan habis-habisnya, sampai dunia itu melumat habis dirinya.

Wahai kalian ukhti muslimah, kalian wajib senantiasa mendorong suami pergi berjihad dengan segenap kemampuan yang kalian miliki. Janganlah bimbang dengan jalan jihad hanya karena hambatan-hambatan yang ada, sebab umur itu ada di tangan Allah dan sesungguhnya jihad itu tidak akan mengurangi umur dan rezeki mereka sedikitpun. Sebaliknya jika meninggalkan jihad, itu bukan menjadi sebab panjangnya umur dan bertambahnya rezki, itu semua sudah menjadi takdir Alloh.

Alloh berfirman: “Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (Yunus:49)

Wahai ukhti muslimah, bukankah kalian senang jika menjadi mujahidah fie sabilillah? Tentu kalian menjawab “Iya”. Tapi bagaimana mungkin hal itu bisa terwujud, sedang kalian sendiri tidak mendorong suami untuk berjihad serta tidak ikut menangani tugas-tugasnya dengan kesabaran atas kepergian suami, tidak juga menggantikan peran suami kalian di dalam rumah..?

Apabila Alloh menakdirkan suami kalian hidup di bawah naungan jihad, maka kalian akan senantiasa hidup bahagia bersamanya. Apabila Alloh menakdirkan mati syahid untuknya, kelak kalian pun akan dikumpulkan bersamanya sebagai seorang syahidah –InsyaAllah- karena orang yang mati syahid itu bisa memberi syafa’at kepada 70 orang dari kerabatnya.

Saudari muslimah, apakah ada martabat lain yang lebih besar daripada ini? Keistimewaan apa lagi yang diinginkan setelah diberikan kepadanya kebahagiaan mendampingi orang yang mati syahid lagi saleh di dalam syurga? Kita memohon kepada Alloh, agar Dia mengumpulkan kita semua hidup bersama mereka di tempat yang penuh kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa.

Wahai ukhti fillah, demi Alloh akan saya terangkan kepada kalian sebuah hikmah dari pengalaman hidup saya. Yakni, jika kalian bertawakal kepada Allah dalam hidup, niscaya tidak akan ada satu perkara pun yang dapat membahayakan kalian dengan izin Alloh. Walau sebesar apapun musibah itu, tentu akan terasa kecil selama itu di jalan Alloh. Demi Alloh yang tidak ada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya kabar syahid suami dan anak saya, saya hadapi dengan penuh kerelaan di atas qadha’ dan qadar-Nya.

Saya juga merasakan bahwa kebahagiaan telah menyelimuti diri saya, bahkan menenggelamkan saya ke dalamnya. Padahal peristiwa syahidnya mereka telah lama berlalu, tapi saya tetap merasa teguh, ridha dan tenang, itu semua murni pemberian Alloh dan takdir-Nya semata.

Perasaan yang muncul ini bukanlah atas kehendak saya tapi itu berupa keteguhan yang semata Alloh karuniakan ke dalam diri saya.

Saya yakin betul kalau itulah batas usia mereka dan itulah akhir ajal mereka. Lalu apa gunanya putus asa dan kesedihan? Bukankah rela terhadap qadha’ Alloh itu lebih baik dibanding harus berputus asa? Bukankah balasan dari sebuah kesabaran adalah surga yang menanti?

Maka dari itu Ya Alloh, janganlah Engkau haramkan atas kami pahala-pahala mereka dan jangan pula Engkau jadikan kami sesat sesudah mereka tiada. Sesungguhnya saya betul-betul bahagia dengan syahidnya mereka, dan rasa bahagia ini lebih besar daripada yang saya rasakan ketika mereka masih hidup bersama kami.

Saya pun memperhatikan dan Alloh juga yang lebih mengetahui, sesungguhnya mereka yang sudah syahid meninggalkan kami itu telah mendapatkan keberuntungan dan saya pun demikian ikut mendapatkannya dikarenakan setia bersama mereka. Semoga Alloh menjadikan mereka penghuni syurga-Nya yang demikian luas, serta mempertemukan kita dengan mereka kelak di tempat yang sarat kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Wahai ukhti muslimah, terakhir saya wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertaqwa kepada Alloh, membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauhi orang yang buruk perangainya.

Janganlah hidup bermewah-mewahan karena itu akan mematikan hati kalian, dan hati yang sudah mati tidak akan mampu mendidik dan mengarahkan orang yang hidup.

Wahai ukhti muslimah, sesungguhnya kita ini membutuhkan suri tauladan dari para sahabat Nabi yang perempuan –ridhwaanullaahu ‘alaihinna. Oleh karena itu perhatikanlah sosok Ummu Salamah, Khonsa’, Sumayyah dan Khaulah untuk menjadi tauladan bagi kalian. Kemudian amalkanlah agar kalian naik ke jenjang yang tinggi, yang telah didaki oleh saudari-saudari kalian sebelumnya semisal para sahabat Nabi. Semoga Alloh memberikan taufik kepada kalian atas amalan yang dicintai dan diridhai-Nya.

Inilah yang dapat saya tuliskan, dan saya memohon ampunan kepada Alloh untuk pribadi saya dan akhwat-akhwat sekalian.

Saudarimu seakidah,
Ummu Muhammad ‘Azzam.

Dikutip dari: Al-Ekhlaas Islamic Page

Sumber : Washiyyatus Syaikh Abdulloh Azzam,
Surat dari Garis Depan; Suara Hati Tokoh Perlawanan.

Muslimah & Mujahidah
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth

]]>
44584